KONSERVASI ARSITEKTUR
KELOMPOK III
“KAWASAN KALI BESAR”
DISUSUN OLEH
Lis Mei 24312227
Lutfi Landrian ` 24312278
Muhammad
Adityawan Hidayat 24312846
Muhammad Bisma
Alif ` 28312170
Nathania Septavy 25312257
Nura Lathifah 25312476
Renata Dinda
Pangastuti 26312108
Rika Arba
Febriani 26312369
Rizka Zalza
Oktavina 26312540
Robby Refhandi 26312645
Ryansyah Gumelar 26312758
Sari Saraswati
A. 26312857
Sonia Kurniawati 27312105
Taufik Adi 25312853
Togu Riotama 27312422
Topaz Warim
Putra 27312105
DAFTAR ISI
Halaman
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ………………………………………………..... 1
1.2 Tujuan
Manfaat ……………………………………………….. 2
1.3 Rumusan
Masalah ……………………………………….......... 2
1.4 Batasan
Masalah ……………………………………………….. 2
BAB
II Studi Kasus “Kawasan Kali Besar”
2.1 Gedung Ex
Harrison & Crossfild ……………………………… 3
2.2
Old City Shop & Entertainment ……………..…………………10
2.3
Gedung Jasa Raharja …………………………..……………… 12
2.4 Kantor Pelayanan
Pajak Tambora ………………………………16
2.5 Gedung PT. Banda
Graha Reksa ………………………..………21
2.6 Gedung PT. Skaha ……………………….……..……………… 25
2.7 Gedung PT. Samudera
Indonesia……………………………… 26
2.8 Gedung PT. Cipta
Niaga …………………………..……………27
2.9 Gedung PT. AdhiGuna
…………………………..……………… 29
2.10 Toko Buku G Koff
& Co …………….……..………………… 32
2.11 Gedung PT. Toshiba…………………………..……………… 35
2.12 Gedung Banteng …………………………..………..…….…… 38
2.13 Toko Merah ………………………………..………………… 40
2.14 Gedung Maybank …………………………..………………… 42
2.14 Gedung
Inkopad ……………………………..……………… 45
BAB
III Penutup
2.1 Kesimpulan
………………………………………………… 49
2.1 Saran ………………………………..……………… 49
Daftar
Pustaka …………..…………………………………… 50
Tidak heran jika bangunan-bangunan yang berada di
sekitar kawasan Kali Besar adalah bangunan yang berfungsi sebagai gudang atau
kantor perdagangan milik Belanda, di antaranya adalah bangunan lawas yang
digunakan oleh Toko Bunga Mu’is Florist. Toko bunga ini terletak di Jalan Kali
Besar Timur No. 25 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta
Barat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi toko bunga ini berada di sebelah selatan PT
Jasa Raharja, atau di depan Terminal Bus Jakarta Kota.
Pencahayaan di lobi menyorot pada hiasan kaca di jendela yang didalamnya terdapat berbagai emblem dan tanda pengenal keturunan, kota atau negara.
Langgam / Style Bangunan
Pada bagian interior took merah terbagi antara
bangunan kiri dan kanan yang dipisahkan oleh kolom-kolom yang berjajar. Pada sisi interior terdapat tangga dengan
gaya Barok pada sisi kiri dan kanan bangunan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali
vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan
bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah
sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan
atau bangunan tersebut. Sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa.
Upaya konsevasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk
menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk
bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu
tidak sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan
tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai
bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut.
Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah
dan budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan
hal itu. Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan
keprihatinan terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti
yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia
saat ini banyak yang menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno bernilai
sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal
menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu
cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan
kuno bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang
sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan
erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu,
konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar
budaya yang sudah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Pada penulisan ini
kami mengambil objek kawasan bangunan tua di Kali Besar yang merupakan kawasan
peninggalan penjajahan zaman Belanda, pada kawasan kali besar ini kemudian di
ambil beberapa objek bangunan yang kemudian dideskripsikan serta dicarikan
solusinya berdasarkan kaidah konservasi arsitektur.
1.2 Tujuan Manfaat
Tujuan &
Manfaat dari Penulisan ini adalah:
Tujuan:
·
Mendeskripsikan
objek bangunan kuno kawasan kali besar
·
Mencari masalah,
solusi serta melestarikan nilai sejarah pada bangunan kuno
Manfaat:
·
Subyektif
Untuk
memenuhi tugas konservasi arsitektur semester 8.
·
Obyektif
Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan dalam konservasi arsitektur.
1.3 Rumusan Masalah
Agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang akan
dibahas dan lebih memahami judul di atas, maka timbulah beberapa pertanyaan
guna untuk membatasi pembahasan ini yaitu :
1.
Apa saja data didapat dari hasil survey bangunan
konservasi di kali besar?
2.
Apa yang terjadi pada bangunan setelah bangunan
mengalami pemugaran?
3.
Apa kesimpulan yang ada pada setiap hasil amatan objek
pemugaran bangunan kali besar?
1.4 Batasan Masalah
·
Bangunan yang menjadi objek studi kasus konservasi adalah bangunan kuno
di kawasan kali besar, Kota Tua.
BAB 2
STUDI KASUS
“BANGUNAN PENINGGALAN SEJARAH KAWASAN KALI BESAR”
2.1 Gedung Ex Harrison Dan Crossfield
Latar Belakang Bangunan
Pada zaman dulu, Kali Besar merupakan kawasan yang
sempat menjadi sebuah kawasan yang hidup, ramai, dan menjadi daerah yang
berkembang pesat karena Kali Besar merupakan akses keluar masuknya kapal dari
mancanegara.
Banguanan ini termasuk di Lingkungan
cagar budaya Golongan II berada diluar lingkungan I. Dahulu, Kali Besar
merupakan aksis yang merepresentasikan kekuasaan ekonomi, sosial dan budaya
kolonialisme (jalur air). Kawasan sepanjang Kali Besar melebar ke timur
sepanjang Kali Besar Timur 3 di selatan ke arah barat Jl. Malaka, sekitar
sebelah selatan Balai Kota termasuk BNI Kota, sekitar Taman Beos, termasuk
dalam lingkungan ini. Pada lingkungan ini terdapat konsentrasi
bangunan-bangunan cagar budaya golongan B dan beberapa bangunan cagar budaya
golongan A, TokoMerah, Gedung BI, dan Gedung Bank Mandiri. Berikut
adalah beberapa hal yang menjadi perhatian dalam Lingkungan Golongan II:
1. Penataan
lingkungan dilakukan dengan tetap mempertahankan keaslian unsur-unsur
lingkungan serta arsitektur bangunan yang menjadi ciri khas kawasan, yaitumempertahankankarakter
ruang-ruang kota dan melestarikan bangunan-bangunan cagar budaya yang ada.
2. Ruang
kota di sepanjang Kali Besar, di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara dan di
sekitar lapangan Stasiun Beos dimanfaatkan untuk tempat kegiatan umum dan komersial
terbatas. Penambahan struktur/bangunan baru untuk fasilitas umum pada ruang
kota dibuat seminimum mungkin dan tidak merusak ruangnya.
3. Pada
bangunan cagar budaya dimungkinkan dilakukan adaptasi terhadap fungsi-fungsi
baru sesuai dengan rencana kota, yaitumemanfaatkan bangunan-bangunan untuk
kegiatan komersial, hiburan, hunian terbatas/ hotel, dan apartemen.
4. Penataan
papan nama dan papan iklan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam
pedoman papan nama dan papan iklan.[1]
Gedung
Ex Harrison dan Crossfield in termasuk bangunan cagar budaya golongan B.
Bangunan toko bunga ini didirikan pada tahun 1910. Dulu, bangunan lawas ini
merupakan kantor milik Harrison & Crosfield, sebuah perusahaan yang
bergerak di bidang perdagangan teh, kopi, karet, kayu, bahan kimia serta produk
pertanian lainnya yang berasal dari Inggris.
Kantor Harrison & Crosfield ini sengaja dibangun
di tepi Kali Besar, dekat dengan Hoenderpassarbrug (sekarang
dikenal dengan Jembatan Kota Intan) dan tidak begitu jauh dengan Pelabuhan
Sunda Kelapa, bertujuan untuk mengawasi lalu lintas hasil perkebunan milik
mereka sendiri serta mengawasi pembelian hasil dari perkebunan milik perusahaan
lainnya.
Setelah perkebunan milik Harrison & Crosfield yang
ada di Nusantara dilepaskan, bangunan lawas mengalami beberapa
alih fungsi maupun penggunannya. Bangunan lawas ini pernah
digunakan untuk gudang logistik PT Jasa Raharja, yang kantornya berdampingan
dengan bangunan ini. Kemudian pada tahun 2012, bangunan ini sempat kosong.
Kini, bangunan bergaya Art Deco ini
menjadi Toko Bunga Mu’is Florist dan terkadang digunakan untuk menyimpan aneka
barang juga, seperti kain-kain perca. Namun sayang, bangunan ini kurang terawat
dan tampak kusam. Bagian dalamnya pun tak kalah lusuhnya, langit-langit atapnya
banyak yang rusak dan interiornya terkesan berantakan.
Analisis Bangunan
·
Aktivitas
Di
dalam bangunan gedung ex Harrison dan Crossfield ini dulunya berfungsi sebagai
gudang atau kantor perdangangan milik Belanda. Setelah Indonesia merdeka
bangunan ini ditingalkan oleh pemiliknya dan menjadi kosong serta tidak
terawat. Sekarang bangunan ini difungsikan sebagai toko bunga. Aktivitas di
sekitar gedung ex Harrison dan Crossfield ini juga difungsikan sebagai tempat
berjualan para pedagang dan kaki lima sehingga terkadang membuat lingkungan di
sekitar bangunan ini menjadi kotor.
Aktivitas yang ada sekarang ini adalah
sebagai toko bunga sebenarnya sudah sesuai dengan fungsi dan aktivitas bangunan
yang dulu yaitu perdangangan. Oleh karena itu aktivitas perdagangan ini dapat
dipertahankan.
Di gedung ex Harrison dan Crossfield ini
tidak memiliki lapangan parkir untuk para pengunjung yang akan mendatangi
bangunan, sehingga bagi para pengunjung yang ingin mendatangi bangunan ini
harus menggunakan lapangan parkir yang ada di sekitar kawasan Fatahillah
kemudian menelusurinya dengan berjalan kaki. Gedung ex Harrison dan Crossfield
ini berbatasan langsung dengan jalur pedestrian sehingga tidak memiliki lahan
parkir yang memadai.
Tetapi menurut guidelines Kota Tua di kawasan Kali besar ini Bangunan yang telah
ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Golongan A, B, dan C tidak diwajibkan
untuk menyediakan tempat parkir. Sebagai gantinya, perlu disediakan
tempat-tempat parkir (umum) oleh pihak pemerintah daerah ataupun badan
pengelola kawasan yang mewakili pihak pemerintah. Penggunaan parkir di badan
jalan (on street) tidak diperkenankan
di Lingkungan Golongan I dan II kecuali di lokasi yang telah disediakan /
ditentukan oleh pengelola kawasan.
Bentuk
Bangunan gedung ex Harrison dan Crosfield ini
tidak memiliki lantai atas (tidak bertingkat). Bangunan ini memiliki bentuk
atap limas dengan penutup atapnya yaitu genteng tanah liat. Pada bagian fasad
terdapat bentuk kotak-kotak yang menonjol terlihat seperti kolom yang
menjadikan bangunan ini terlihat lebih dinamis.
Bentuk fasad bangunan ini terlihat seperti
bangunan rumah rakyat biasa yang menggunakan langgam arsitektur Art Deco.
Elemen-elemen yang terdapat dalam fasad
bangunan ini adalah sebagai berikut:
·
Jendela
Pada
fasad bangunan ini terdapat dua bentuk jendela, yaitu jendela dengan bukaan
setengah lingkaran diaatasnya dan yang tidak ada dengan adanya teralis yang
mencirikan langgam art deco.
·
Pintu
Pada fasad bangunan ini terdapat satu buah
pintu yang kondisinya sudah tidak memiliki daun pintu lagi dan digantikan
dengan rolling door besi yang juga
sudah rusak. Respon terhapat kondisi ini adalah harus mengganti pintu yang
sudah ada dengan daun pintu kayu yang sesuai dan seirama dengan bentuk
jendelanya yaitu dengan gaya Art Deco.
Material Fasad
Material yang digunakan dalam fasad bangunan
ini menggunakan batu bata yang diplester dengan tebal kurang lebih 2-3 cm dan
juga material kayu untuk bagian kusen jendela dan pintu. Terdapat juga teralis
besi pada setiap jendela-jendelanya.
Penggunaan material-material kayu dapat di
cat ulang karena kondisinya yang masih cukup baik, sedangkan pada bagian
dinding fasad bangunan harus diperbaiki kembali sesuai dengan kondisi semula
karena kerusakan yang ada di dinding fasad sekitar 50% sehingga masih dapat
mengikuti pola atau bentuk yang masih utuh.
Warna
Warna yang digunakan pada gedung ex Harrison
dan Crossfield ini menggunakan warna coklat tua dipadukan dengan warna putih di
kusen-kusen bangunan tersebut. Penggunaan warna ini membuat bangunan memiliki
kesan yang sangat tua. Sekarang ini warna-warna yang ada di fasad bangunan
sudah banyak yang terkelupas cat-catnya.
Karena tidak ditemukan foto atau hal-hal yang
membuktikan bahwa warna yang sekarang ini adalah warna yang sama yang digunakan
pada awal penggunaan bangunan ini maka warna coklat tua dan warna putih ini
dapat dipertahankan dan dipugar agar fasad bangunan menjadi lebih baik.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bahwa bangunan Gedung
Ex Harrison dan Crossfield ini memiliki tingkat kerusakan 50% dan masih
terdapat bagian-bagian yang cukup baik utuk dipertahankan. Bangunan ini masih
bisa dikonservasi sesuai dengan ketentuan bangunan bergolongan B ke bentuk
awalnya yang masih bisa terlihat hingga sekarang ini walaupun fungsi
bangunannya dapat berbeda dengan yang awal.
2.2 Old City Shop Of Entertainment
Nama Bangunan Lama : Gebouw van Het Nieuws van den Dag Nama
Bangunan Baru : Old City Shop of Entertainment (Athena
Diskotik)
Alamat : Jl. Kali Besar Barat, Kel. Roa
Malaka, Kec. Taman Sari, Jakarta Barat
(Jakarta 11230)
Tahun dibangun : 1925 - 1927
Fungsi Awal : Kantor Surat Kabar
Fungsi Sekarang : Diskotik
Kondisi bangunan : Baik
Klasifikasi Pemugaran : Golongan A
Dalam sebuah penelitian tentang beberapa bangunan di
Kota Tua, disebutkan, pada abad ke-17, media cetak di Batavia Lama masih
sedikit. Tahun 1668, pemerintah VOC memutuskan untuk mendirikan percetakan
sendiri di bawah nama Stads & Compagnies Drukker. Namun pada tahun yang
sama, diambilalih oleh swasta. Perusahaan swasta itu mendapat hak paten Stads &
Compagnies Drukker namun kemudian mengganti nama menjadi Boekdrukker der Edele
Compagnie. Selain mencetak buku-buku untuk pemerintah, perusahaan ini
juga diizinkan untuk mencetak surat-surat untuk pihak swasta. Akan tetapi hanya
untuk mencetak surat-surat tertentu saja, seperti kalender dinding, surat
keterangan kematian, pengumuman lelang, surat undangan acara-acara pesta dan
lain-lain. Sedangkan surat yang mengkritik kebijakan pemerintah tidak diizinkan
untuk terbit.
Sekitar tahun 1895, Firma Ernst mulai menyebarkan
secara cuma-cuma surat kabar Algemeen Advertentieblad yang mengalami kesuksesan
finansial. Sayang, firma itu bubar, kemudian diambil alih penerbit Albrecht En
Co, pengambilalihan ini tercatata pula dalam Indische Courant. Nama Algemeen
Advertentieblad terus digunakan hingga tahun 1900. Pada tahun itu nama surat
kabar tersebut menjadi Nieuws van de Dag voor Nederlandsch- Indie dengan K
Wijbrands sebagai pemimpin redaksi. Surat kabar ini sukses dengan jumlah pelanggan
yang terus bertambah. Alhasil, kantor surat kabar ini pun menjadi sesak,
sehingga perlu perluasan bangunan. Pada 1925-1926 gedung kantor redaksi yang
baru pun dibangun oleh
Biro Arsitek Reyerse de Vries & W Selle. Namanya
menjadi Kantoorgebouw het Nieuws van de Dag dan berfungsi sebagai kantor
redaksi Koran Het Nieuws van de Dag, sebuah koran berbahasa Belanda untuk warga
di Hindia Belanda. Sebelum akhirnya menjadi Athena, bangunan itu pernah
digunakan sebagai kantor Asuransi Llyod. Hasil penelitian itu menyebutkan,
bagian muka hingga atap gedung tidak berubah. Atap bangunan ini menggunakan
atap seng bersirip-sirip. Pada sisi utara dan selatannya terdapat semacam
menara. Jendela pada bangunan ini terletak pada lantai atas dan bawah. Pada
lantai atas terdapat 30 jendela dengan panil berlapis kaca. Sementara jumlah
kaca di bagian bawah gedung hanya 18, juga berlapis kaca. Saat malam mulai
turun di Kalibesar, dentuman musik dari gedung bekas kantor redaksi surat kabar
itu bisa dirasakan hingga di seberang gedung, melewati kanal, hingga ke
kalibesar Timur. Memberi tanda, malam baru saja dimulai di Kalibesar. Lantas
hiburan di sepotong Jalan Kalibesar Timur pun seolah mendapat restu untuk mulai
beraksi juga.
Kini gedung itu ada di Jalan Kalibesar Barat. Dari bagian
muka, tak terlihat banyak perubahan dari gedung bergaya Art Deco yang masuk
dalam kategori A, bangunan cagar budaya di kawasan Kota Tua itu. Gedung megah
itu dibikin untuk kepentingan redaksi media cetak sebelum akhirnya berubah
menjadi diskotek Athena. Di bagian depan bangunan, masih terlihat tulisan Anno
1927 – tahun selesainya pembangunan gedung. Sebagai diskotek, maka bagian dalam
gedung sudah mengalami banyak perubahan.
2.3 Gedung Jasa Raharja
Sejarah
Bangunan
Sejarah
Owner : Zee en Brand Verzekerings Maatschapij Sluyters & Co / Assurantiekantoor Blom & Van der
Aa, Assurantiekantoor Combinatie
Sluyters & Co, and de Java-China-Japan Lijn. / Lloyd Insurance (1950)
Berdiri : Sekitar 1911
Fungsi
: Bidang Asuransi Sosial
Milik
: BUMN
Alamat : Jl.
Kali Besar Timur No. 10, Jakarta Barat
Kondisi Bangunan : Cukup
baik
Klasifikasi : Golongan
B
Gedung ini dibangun sekitar abad ke-19, memiliki desain unik
khas Eropa. Langit-langit bangunan yang menjulang tinggi berhiaskan lukisan,
dengan jendela berhias kaca patri serta bagian jendela lainnya dihiasi besi
bercat keemasan dengan ornamen unik yang selaras dengan ukiran pada tangga
bangunan. Pada dinding masih menempel tanda (sejenis prasasti) yang menandai
keberadaan bangunan yang dipercantik bentuk hiasan yang sangat klasik. Bangunan
ini merupakan bagian dari lima nama pemilik yang terdata, yaitu PT Perusahaan
Perdagangan Indonesia (PPI) yang memiliki 16 gedung.
Sebelum
direvitalisasi, bangunan ini tergolong rawan roboh, sebelum bangnan ini
dikonservasi, atap ini sudah tidak ada dan tidak memiliki fungsi, hanya
terdapat sisa-sisa dinding yang belakangnya kosong. Setelah dikonservasi,
bangunan ini bersifat sama seperti bangunan yang lama dari segi fasad, hanya
saja menggunakan teknologi bangunan yang lebih modern. Dikarenakan bangunan ini
memiliki klasifikasi pemugaran B
Pemugaran
golongan B bersifat:
·
Mempnyai nilai keaslian
tetapi tidak bersejarah
·
Dilarang dibongkar
secara sengaja
·
Harus seperti semula
seperti aslinya walapun rubuh
·
Pemeliharaan dan
perawatan bangunan tidak boleh mengbah pola tapak depan, atap, dan warna, dan
mempertahankan detail.
·
Tata ruang dalam dapat
diubah sesuai pengguna, tetapi tidak mengubah struktur utama bangunan.
Bentuk
Bentuk
bangunan merupakan bergayakan bangunan kolonial Belanda dan bersifat simetris.
Bangunan memiliki 3 lantai dan 1 dormer, pada setiap lantainya, setiap jendela
memiliki irama yang berbeda. Atapnya menggunakan atap limas dengan bahan atap
tanah liat dan menggunakan kubah pada dormer. Bentuk bangunan pada tahun 1920
dengan 2016 tidak ada yang diubah, mengikuti bentuk bangunan lama atau seperti
semula.
Elemen fasad
·
Jendela
Elemen
jendela yang digunakan pada bangunan berupa jendela bouvenlicht. Bouvenlicht
tidak tergantung dari keadaan cuaca, berkaitan fungsinya dengan kesehatan, akan
tetapi apabila dikaitkan dengan kenyamanan termal, maka bouvenlicht sangat bergantung pada
kondisi cuaca. Bouvenlicht berfungsi
untuk mengalirkan udara dari luar ke dalam bangunan, dan sebaliknya, oleh
karena itu, ukuran dari bouvenlicht harus
disesuaikan dengan kondisi cuaca. Dalam penggunaannya, dapat diusahakan
agar bouvenlicht terhindar
dari sinar matahari secara langsung. Rangka jendela setelah direvitalisasi
menggunakan rangka aluminium dengan mengikuti bentuk jendela lama seperti
aslinya.
§
Dormer
Dormer/Cerobong
asap semu, berfungsi untuk penghawaan dan pencahayaan. Di tempat asalnya, Belanda, dormer biasanya menjulang tinggi
dan digunakan sebagai ruang atau
cerobong asap untuk perapian. Biasanya diwujudkan dalam bentuk hiasan batu yang
diberi ornamen berbentuk bunga
atau sulur-suluran. Sebelum direvitalisasi, dormer dan atap bangunan sudah rubuh, dan setelah
direvitalisasi dibangun kembali mengikuti bentuk yang lama.
§
Pintu
Bentuk pintu juga sama dengan
jendela, berupa melengkung agar terjadinya pertukaran
udara yang seirama dengan elemen jendela yang lainnya. Setelah direvitalisasi, pintu menggunakan rangka aluminium.
§
Warna
Warna bangunan menunjukkan warna
putih yang memang warna primer pada bangunan
kolonial. Dan juga dikarenakan fungsi bangunan ini memang untuk asuransi dan milik BUMN, warna putih menandakan warna
formal pada bangunan.
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah bahwa bangunan gedung Jasa
Raharja sempat memiliki kerusakan dan rawan roboh, setelah direvitalisasi
banyak bagian-bagian bangunan sama dengan bentuk bangunan lamanya, dikarenakan
sifat pemugaran revitalisasi bangunan ini tergolong B, atau berarti harus
bersifat asli dengan bangunan lamanya walaupun sudah hancur dan dapat
diinovasikan dengan penggunaan material yang lebih modern.
2.4 Kantor Pelayanan Pajak Tambora
Kantor
pelayanan pajak tambora berlokasi di Jl. Kali Besar Barat No. 14, Jakarta
Barat.
Sejarah
Kantor Pelayanan Pajak Tambora
Gedung ini merupakan Cabang Pertama dari
Hongkong Shanghai Bank Coorporation (HSBC) yang didirikan pada tahun 1884.
Gedung ini di bangun oleh kelompok firma arsitektur Hulswit, Fermont, Ed.
Cuypers yang ditandai oleh ukiran di dinding dekat pintu masuk gedung ini.
Tulisan yang terdapat pada ukiran ini
adalah “ARCH en INGRS BUREAU HULSWIT.FERMONT.EDCUYPERS” yang
merupakan singkatan dari Architect en Ingineurs Bureau Hulswit Fermont Ed.
Cuypers. Kalimat ini berarti Biro arsitek dan insinyur Hulswit, Fermont, Ed.
Cuypers. Karena biro arsitek ini merupakan gabungan dari arsitek Marius J.
Hulswit, Fermont te Weltevreden dan Eduard Cuypers. Selain itu, diketahui juga
bahwa fungsi bangunan ini selain pernah menjadi kantor cabang pertama HSBC
adalah kantor perniagaan hindia-belanda.
Menurut
peraturan dan perundang-undangan mengenai bangunan cagar budaya bersejarah ini,
bangunan kolonial ini tidak boleh di rekonstruksi karena merupakan bangunan
bersejarah golongan A. Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan tampak gedung
ini pada tahun 1915 sewaktu bangunan ini masih menjadi kantor cabang HSBC
pertama di Indonesia. Namun terdapat beberapa rekonstruksi yang telah di
lakukan. Seperti penambahan tritisan pada jendela di lantai atas.
Fasad Bangunan Kantor
Pelayanan Pajak Tambora
Pada fasad bangunan kantor pelayanan pajak
tambora ini, terdapat beberapa karakter yang sangat mencerminkan gaya
arsitektur neo-klasik. Pertama terdapat pada kolomnya, kolom-kolom tersebut di
ambil dari gaya abad pertengahan yang monumental namun terhias oleh gaya modern
awal dengan detail kolom yang polos. Terdapat tiga tiang bendera yang menempel
pada dinding fasad bangunan.
Pada
jendela dan pintu masuk terlihat berupa arch atau berbentuk setengah
lingkaran dengan ukuran besar yang memberikan kesan monumental dan dengan
detail yang polos sangat menggambarkan gaya arsitektur neo-klasik yang
dipadukan dengan gaya modern awal.
Langit-langit
bangunan dibuat tinggi agar sesuai dengan citranya yang monumental. Ketinggian
dari lantai hingga langit-langit ± 6 meter tingginya. Hal ini sesuai dengan
karakteristik bangunan-bangunan kolonial hasil peninggalan jaman Belanda.
Arsitek perancang bangunan ini merupakan
arsitek pertama di Indonesia, yaitu Marius J. Hulswit. Hulswit merupakan
supervisor dari pembangunan gedung Algemenee di Surabaya karya HP Berlage.
Untuk itu kesan arsitek Berlage sangat kental dalam bangunan yang di rancang
oleh Hulswit. Sudah terbukti di beberapa gedung rancangannya seperti
gedung ANIEM, gedung kantor Geowehry di jalan Rajawali juga
di beberapa gedung Bank Indonesia di beberapa kota di Indonesia yang memiliki
langgam dan ciri yang mirip.
Dari gambar paling kiri
merupakan gedung Algemeene. Kantor Ainem di Gemblongan, Hulswit
sangat menggemari gaya neo-klasik pada setiap rancangannya, namun dengan
seiringnya waktu, gaya rancangan Hulswit kian mendekati modern awal, hal
tersebut dapat dirasakan pada gaya arsitektur Kantor Pelayanan Pajak Tambora.
Langgam yang terdapat pada bangunan kantor pelayanan pajak tambora adalah
campuran gaya neo-klasik dan modernisasi awal. Langgam neo-klasik dapat
terlihat pada pilar-pilar yang berjajar dengan gaya abad pertengahan dan
jendela kaca yang melengkung. Sedangkan untuk langgam modernisasi awal terdapat
pada fasad yang memiliki detail polos.
2.5 Gedung PT. Bhanda Ghara Reksa
PT.BANDA GRAHA REKSA
Jl. Kali Besar Timur no. 7
Kel. Pekojan Kec. Tambora
Jakarta Barat
(Jakarta 11110)
Sejarah
Bangunan
Dibangun
sekitar abad ke 19, keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di
kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota
Tua. Bangunan ini masih asli dan dalam keadaan baik dan cukup terawat.
Arsitektur : Bergaya Neo Classic dan Art Deco
Golongan : B
Arsitek : -
PT
Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau selanjutnya disebut BGR didirikan pada
tanggal 11 April 1977 sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di bidang jasa pergudangan. Sampai saat ini, 100% sahamnya masih
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Negara BUMN
selaku pemegang saham. Gagasan didirikannya BGR berdasarkan adanya kebutuhan
badan usaha yang dapat mengelola fasilitas pendukung sarana distribusi pupuk
yang memadai berupa fasilitas gudang yang lokasinya menjangkau ke sentra-sentra
pertanian. Pada saat itu, pemerintah membangun gudang sebanyak 32 unit yaitu di
Jawa, Bali, Kalimantan Selatan melalui Depertemen Perdagangan yang dimulai
sejak tahun 1975 sampai dengan tahun 1977.
PT.
Bhanda Ghara Reksa (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun
1976, mengemban misi turut menunjang kebijaksanaan pemerintah dan membantu
pelaku bisnis dan industri, khususnya dibidang penyelenggaraan Jasa Penyewaan
dan Pengelolaan Ruangan serta proses pengiriman barang dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat dan undang-undang
Perseroan Terbatas.
Pada
masa awal berdirinya, PT. Bhanda Ghara Reksa mengawali kegiatan sebagai salah
satu gudang penyangga (Stockholder) pupuk produksi PT. Pusri. Pada saat itu BGR
hanya memiliki gudang-gudang penyangga di wilayah kota-kota besar pelabuhan dan
beberapa gudang di wilayah kabupaten.
Gedung
Kantor Pusat PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) yang beralamat di Jalan Kali Besar
Timur No 5-7 Jakarta Barat mendapatkan anugerah sebagai Gedung Cagar Budaya
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Acara penganugrahan kepada para Seniman,
Budayawan,Pemerhati Budaya dan Pemilik/Pengelola Bangunan Cagar Budaya tersebut dilaksanakan pada tanggal 22
Desember 2011 di Balai Agung, Pemprov DKI Jakarta.
Gedung
yang ditempati oleh PT BGR (Persero) merupakan milik PT Bank Mandiri (Persero)
yang telah digunakan oleh PT BGR (Persero) sejak tahun 1977. Gedung yang
dibangun pada tahun 1847 tersebut merupakan bangunan bergaya Indische di masa
kolonial Belanda dan menjadi Bangunan Cagar Budaya yang bersejarah dan dilindungi
oleh Undang-undang.
Dari
catatan sejarah yang tercantum pada tulisan prasasti pada marmer dinding, bangunan ini telah digunakan oleh lebih dari
10 Perusahaan Perkebunan Kopi, Teh serta Maskapai Asuransi sejak dibawah
Pemerintahan Belanda di Indonesia. Seluruh penataan yang menyentuh fisik
bangunan bagian dalam dan luar Bangunan Cagar Budaya harus berpedoman pada
ketentuan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya, serta Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475/1993 dan telah
di setujui oleh team Bangunan Konservasi dan Pemugaran Departemen Pariwisata agar dilakukan
perencanaan yang cermat dan hati-hati
untuk melindungi Bangunan Cagar Budaya tersebut dari ancaman kerusakan yang
mengancam kemusnahan serta dapat mempertahankan keutuhan fisik serta nilai –
nilai sejarah nya. sumber ( pt.banda graha reksa pribadi).
·
Tembok
Bagian
tembok yang bergaya neo klasik dan art deco dengan hiasan lampu gantung
mencirikan gaya pada zaman bangunan ini di buat.
·
Jendela
Bagian
jendela dengan kolom dan lapisan kaca yang besar mencirikan bangunan ini bergaya neo klasik dan art deco
·
Pintu
Bagian
jendela dengan kolom dan lapisan kaca yang besar mencirikan bangunan ini bergaya neo klasik dan art deco.
Kesimpulan
Konservasi
pada bangunan ini pengalih fungsian dari kantor pemerintahan Hindia Belanda
menjadi milik persero dan pemugaran pada setiap bagian-bagian bangunan ini
karena merupakan bangunan cagar budaya golongan B, maka harus bersifat asli
dengan bangunan lamanya serta dapat diinovasikan dengan penggunaan material
yang lebih modern.
2.6 Gedung PT. Skaha
Nama
Bangunan Lama : Kantor
Nama
Bangunan Baru : PT. Skaha
Alamat :
Jl. Kali Besar Timur, Kel. Pekojan, Kec. Tambora, Jakarta Barat (Jakarta 11110)
Tahun
dibangun : -
Fungsi Awal : Kantor
Fungsi
Sekarang : Kantor PT.
Skaha
Kondisi
bangunan : Kurang baik
Klasifikasi
Pemugaran : Golongan A
Merupakan
bangunan yang berdiri pada abad ke 18—1870, yang merupakan masa kolonialisme.
Setelah VOC resmi dibubarkan tahun 1800, Republik Batavia menyatukan semua
klaim wilayah VOC menjadi satu koloni terpadu bernama Hindia Belanda. Dari
markas regional perusahaan, Batavia berubah menjadi ibu kota koloni ini. Pada
tahun 1808, Daendels memindahkan pusat Kota Tua ke dataran tinggi di selatan
dan mengurbanisasi wilayah Weltevreden. Selama periode interregnum di Britania
Raya, Daendels digantikan oleh Raffles yang berkuasa sampai 1816.
Setelah
Belanda memperkuat keberadaannya di kawasan ini, kota-kota berdiri di luar
dinding benteng. Batavia, bersama Semarang dan Ujung Pandang, menjadi
pusat-pusat kota terpenting. Saat itu, Batavia menjadi padat dan
pedagang-pedagang kaya dan pejabat penguasa mulai membangun tempat tinggal di
pinggir kota dan pedesaan sekitarnya.
Pada periode
ini, adaptasi iklim tropis secara perlahan memengaruhi sebagian arsitektur
kolonial Belanda. Bentuk arsitektur baru ini disebut the Indies. Gaya yang
lazim dijumpai pada masa ini adalah atap menjorok besar, atap dan loteng
tinggi, dan teras depan-belakang terbuka menghadap kebun. Gaya Indies
dideskripsikan sebagai campuran pengaruh Indonesia, Cina, dan Eropa. Gaya atap
limasan Jawa sering dipakai dan ditambahi elemen-elemen arsitektur Eropa abad
ke-19
seperti kolom Tuscan, pintu, jendela, dan tiga atau empat anak tangga ke
beranda yang mengelilingi rumah. Neoklasikisme adalah gaya bangunan populer di
Jakarta pada masa ini dan dianggap berhasil mewakili besarnya kekuasaan Belanda.
2.7 Gedung PT. Samudera Indonesia
Nama Bangunan Baru :Kantor PT. Samudera Indonesia
Nama Bangunan Lama :Office Premises, Maintz & Co.
Alamat
:Jl.
Kali Besar Barat No. 43 Kel. Pekojan Kec. Tambora, Jakarta Barat (Jakarta
11110)
Pemilik :PT. Samudera
Indonesia
Arsitek :FRANS
JOHAN LAURENS (F.J.L.) GHIJSELS (1882-1947)
Golongan :A
Kota tua terkenal sebagai
tempat wisata dijakarta. kawasan ini adalah pusat batavia pada abad ke 18. Para pengelola sengaja membiarkan
bangunan tampak kuno, oleh karena itu hingga saat ini kota tua masih banyak
dikunjungi oleh para wisatawan yang kebanyakan ingin mengabadikan dengan
berfoto.
2.8 Gedung PT. Cipta Niaga
Gedung
PT. Cipta Niaga (Tjipta Niaga) dibangun pada tahun 1912 oleh arsitek bernama Ed Cuypers En Hulswit. Bangunan yang
terletak di Jalan Kali Besar Timur ini bentuknya memanjang dari jalan kali
besar timur hingga jalan ke arah pintu besar utara, berbatasan dengan bangunan
G Kolff & Co disudut Jalan Kali Besar Timur III, dan Jalan Kali Besar
Timur.
Bangunan
ini awalnya milik perusahaan Zee en Brand Assurantie/Gebouw van de
Internationale Crediten Handelsvereeniging Rotterdam, yang merupakan satu dari lima
perusahaan besar di Hindia Belanda dikenal sebagai The Big Five yang khususnya
bergerak dibidang perbankan dan perkebunan juga dahulunya digunakan sebagai
toko buku pertama Batavia. Kini kondisi bangunan ini dalam tahap renovasi yang
dimulai sejak awal tahun 2015 sebagai upaya pemugaran Kota Tua yang dirogramkan
Pemprov DKI. Salah satunya untuk menyambut Asian Games 2018.
Segi Arsitektur
Bangunan
dengan gaya Belanda ini dirancang oleh arsitek bernama Ed Cuypers En Hulswit.
Lantai
dasar dahulu digunakan sebagai kantor Rotterdamsche Lloyd (de lloyd), sementara
pintu masuk Rotterdam Interantio ada di tengah dinding depan menghadap jalan.
Gedung Cipta Niaga ini hanya mempunyai teras pada bagian barat.
Bukaan berupa pintu pada fasad bangunan hanya terdapat
dilantai bawah, semua tembok dipasang diatas beton bertulang yang dibentuk dari
pasir dan batu kapur.
Kedua
lantai gedung dan semua koplom serta tangga utama dibangun dengan beton
bertulang.
Tangga dan lobi atas dibuat mewah dengan anak tangga
yang dilapisi bata keras yang tampak seperi marmer hitam yang dipoles.
Pencahayaan di lobi menyorot pada hiasan kaca di jendela yang didalamnya terdapat berbagai emblem dan tanda pengenal keturunan, kota atau negara.
2.9 Gedung PT. Adhiguna
Bangunan
PT.Pelayaran Bahtera Adhiguna (nederlandsch-indische steenkolen
handel-maatschappij)
Nederlandsch-indische
steenkolen handel-maatschappij (PT.Bahtera Adhiguna) merupakan salah satu
bangunan yang terdapat di kawasan Kota Tua Jakarta tepatnya berhadapan dengan
Kali Besar. Gedung ini dibangun sekitar tahun 1924-an.
Keberadaan
bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai
daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua. Bangunan ini masih asli dan
dalam keadaan baik dan cukup terawat. Bangunan masih asli, namun pada masa lalu
bangunan ini sempat mengalami perubahan bentuk pada atapnya.
Fungsi
bangunan ini menurut literature yang didapat berdasarkan nama dahulunya adalah
sebuah perusahaan yang bergerak dibidang berdagangan (trading Company) milik
Belanda yang berdiri sejak 1824. Sekarang bangunan berubah fungsi menjadi
kantor sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Pelayaran.
Bangunan kantor
ini merupakan golongan bangunan B
Analisis Pada
Bangunan PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna:
1. Lokasi Bangunan
Lokasi bangunan
kantor ini terletak di kawasan Kali Besar Jakarta Utara
(6°08′08″LS106°48′44″BT). Bangunan ini termasuk juga kedalam Kawasan Bangunan
Kota TUa yang di lindungi karena merupakan bangunan bersejarah di kota Jakata
yang dulunya dikenal dengan Batavia. Letak bangunan konservasi ini bersebelahan
dengan kantor Jasa Raharja, yang dulunya juga merupakan bangunan peninggalan
belanda.
2. Bentuk
Bangunan
Bentuk
bangunan dengan gaya arsitektur colonial pada umumnya memiliki neah yang
simetris, artinya bentuk bangunan memiliki 2 sisi yang proporsi. Dilihat dari
tampak bangunan, gedung PT Bahtera Adhiguna ini memiliki bentuk tampak yang
simetris, dilihat dari sisi depan maupun sisi samping bangunan. Bangunan yang
simetris mengakibatkan perletakan elemen bangunan lainnya memiliki kesaman atar
sisi-sisi nya.
3. Fasade
Bangunan
Gedung
PT.Bahtera Adhiguna ini memiliki ciri khas arsitektur colonial. Menurut
literature yang ada, nama gaya arsitektur bagnunan tersebut adalah Dutch
Closed. Arsitektur ini merupakan arsitektur cangkokan dari gaya arsitektur di
Eropa tepatnya dibelanda saat itu.
a. Jendela
Bentuk
jendela pada bangunan PT Bahtera Adhiguna memiliki gabungan bentuk dari persegi
panjang dan setengah lingkaran. Bentuk setengah lingkaran pada bangunan
tersebut dipercaya merupakan salah sati ciri khas dari arsitektur Kolonial kala
itu. Susunan jendela disusun sejajar dan simetris serta tipikal
b. Gable
Pada
dasarnya, Gable merupakan satu ciri khas arsitektur colonial yang paling
penting. Gable biasanya bisa dilihat pada bagian sisi bangunan yang saling
membelakangi. Panda bangunan PT Bahtera Adhiguna, Gable berbentuk segitiga
dengan jendela di tengahnya. Walaupun tidak seperti gaya gable pada umumnya,
unsure ini bisa dibilang sebagai gable dari bangunan tersebut.
c. Pintu
Pintu
pada bangunan colonial pada umumnya memiliki 2 sisikarena bentuk bangunannya
yang simetris. Tetapi pada bangunan ini sekarang hanya memiliki 1 pintu masuk
dan dibagian kiri dan kanan terdapat masing-masing 2 bukaan yang sudah diberi
pengaman berupa besi ukiran. Bentuk dari pintu juga gabungan dari bentuk
persegi dan setengah lingkaran pada sisi atasnya, sama dengan bentuk dari
jendela bangunan.Pintu sudah di pugar dengan pengaman besi, diasumsikan untuk
menjaga keamanan untuk bangunan tersebut.
d. Ukiran
Tidak
terdapat ukiran pada fasad bangunan PT. Bahtera Adhiguna. Bangunan ini tidak
memiliki ukiran karena sudah mulai dipengaruhi oleh masuknya gaya arsitektur modern,
yang tidak terlalu memperhatikan ornament pada bangunan. Terdapat sedikit
ukiran pada sisi ujung atap berwarna biru sebagai penampung air/lisplang.
e. Warna
Bangunan
Warna
bangunan ini sebelum dipugar yaitu berwarna putih ke kuningan (berwarna cream).
Setelah dipugar, warna dari bangunan hanya sedikit mengalami perubahan. Warna
utama bangunan tetap dengan putih tetapi sedikit lebih cerah dari sebelumnya
sedangkan warna untuk ukiran diberi warna biru serta warna jendela juga putih
Kesimpulan
Bangunan yang
dulunya bernama Nederlandsch-indische steenkolen handel-maatschappij berfungsi
sebagai perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan milik Belanda yang telah
berubah fungsinya menjadi Kantor pelayaran milik PT.Bahtera Adhiguna. Bangunan
ini dibangun sekitar tahun 1924. Bangunan ini termasuk salah satu bangunan yang
dijadikan sebagai bangunan konservasi kaerna bangunan ini memiliki nilai yang
penting bagi budaya dan sejarah di Indonesia.
Bentuk bangunan keseluruhan tidak
ada yang diubah, tetap dengan prinsip arsitektur colonial dengan bentuk layout
bangunan yang simetris dari tampak bangunan. Gedugn ini termasuk Golongan B,
dimana tidak terlalu mengarahkan perubahan atau revitalisasi yang berlebihan.
Elemen – elemen fasad pada bangunan
seperti bentuk jendela, dan pintu memiliki tipikal yang sama dengan gabungan
dari bentuk persegi panjang dengan setengah lingkaran pada bagian atasnya.
Bentuk elemen tersebut juga biasanya dipakai dalam arsitektur colonial (eropa
pada saat itu).Perubahan untuk elemen jendela sendiri tidak terjadi begitu
banyak dalam bentuknya, tetapi berubah dari segi tipe daun jendela dan
warnanya. Pintu dibagi menjadi 1 terletak ditengah jika dilihat dari tampak
depan bangunan, dan setiap sisinya memiliki unsure simetris. Pintu memiliki
pengaman berupa jeruji besi yang bermotif.
Secara keseluruhan, bangunan ini
tidak mengalami banyak perubahan dari segi bentuk bangunan serta elemen –
elemen pada bagian eksterior bangunan. Pemugaran yang dilakukan berdasarkan
pengamatan adalah dari segi warna pada bangunan, warna pada elemen fasad, serta
beberapa penambahan yang tidak mengubah bentuk utama dari bangunan tersebut.
2.10 Toko Buku G Kolff & Co
Nama Bangunan Lama : Toko Buku G Kolff & Co
Nama Bangunan Baru : Tidak ada (kosong)
Alamat : Jl.Kali
Besar Timur 3 no.17, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat
Tahun dibangun : 1848 - 1948
Fungsi Awal : Toko buku dan percetakan
Fungsi Sekarang : Tidak ada (kosong)
Kondisi bangunan : Rusak
G Kolff & Co atau
juga dikenal dengan nama G Kolff ft Co merupakan perusahaan percetakan dan
penjualan buku pertama di Batavia. Didirikan oleh Norman pada tahun 1848 dan
selesai sekitar tahun 1948. Kolff awalnya merupakan nama sebuah toko buku di
bilangan Jl. Harmoni Jakarta. Di sini kerap terselenggara pameran karya tokoh
seni lukis Hindia Belanda pada masa kalonial Hindia Belanda, seperti G.P.
Adolfs, R. Strasser, dsb.
Ketika Kolff menjadi
mitra perusahaan, nama perusahaan menjadi Nan Harren Norman & Kolff (1853).
Berubah lagi menjadi beberapa nama baru, diantaranya:
1.
G. Kolff & Co
(1858).
2.
NV Koninklijke
Boekhandle en drukkerij G. Kolff & Co (1930). Berubah setelah mendapatkan
hak dari ratu Belanda untuk menggunakan kata "Koninklijke" (Royal).
Toko buku ini
bermula dari sebuah kantor sewaan kecil di Jl. Pintu Besar Selatan, yang
kemudian pindah ke Jl. Pintu Besar Utara (sekarang Jl. Kali Besar Timur 3) yang
digunakan sebagai kantor pusat (l860-Mei 1921), dan bersamaan dengan membuka
toko baru di Jl. Pecenongan dekat Pasar Baru. Selain itu mereka juga mempunyai
toko buku di Noordwijk (Jl. Juanda), juga beberapa cabang di seluruh Jawa.
Bangunan
lama toko buku G Kolff & Co memiliki gaya Art Deco yang sangat klasik.
Bentuk tersebut tidak berubah sampai tahun 1948 dimana toko buku tersebut
dinyatakan tutup dan bangunannya dibiarkan kosong dan lapuk dimakan waktu. Jika
dilihat sesuai keadaan sekarang, bangunan tersebut sebagian besar sudah rubuh
dan siap untuk diratakan.
Menurut PT JOTRC selaku
pelaksana proyek revitalisasi Kota Tua berniat mengembalikan kejayaan toko buku
tersebut. Nantinya bangunan baru tersebut akan dijadikan sebagai toko buku,
perpustakaan, kafe, serta wadah bagi komunitas penulis dan sastrawan.
Pembongkaran gedung sudah melalui serangkaian kajian dan tes oleh Tim Sidang
Pemugaran Kota Tua. Menurut rencana, akan dibangun gedung tiga-empat lantai.
Gedung-gedung itu juga akan menyatu dengan gedung Van Vlueten & Cox, Onthel
Warehouse, blok Dharma Niaga, dan Tjiptaniaga yang berada dalam satu kompleks.
Revitalisasi gedung G Kolff & Co ini ditargetkan selesai akhir 2016.
2.11 Kantor PT. Toshiba
Nama Bangunan Lama : Kantor Toshiba
Nama Bangunan Baru : Office
Premises, John Peet & Co
Alamat
: Jl. Kali Besar Barat No. 40, Kel. Pekojan, Kec.
Tambora, Jakarta Barat (Jakarta 11110)
Tahun dibangun
: 1920
Fungsi Awal
: Kantor John Peet & Co.
Fungsi Sekarang
: Kantor PT. Toshiba
Arsitektur : Bergaya Amsterdam
School dan Art Deco
Arsitek
: F.J.L. Ghijsels
Kondisi bangunan
: Cukup baik
Sejarah
Kantor Pt. Toshiba
- Ghijsels merancang bangunan ini untuk John Peet & Co. Office Premises pada tahun 1919 dan kemudian pada tahun 1920 pembangunan diterapkan. Keberadaan bangunan ini membentuk lingkungan bersejarah di kawasan tersebut yang mempunyai daya tarik Pariwisata, khususnya nuansa Kota Tua.
- Berlanggam Art Deco dengan ciri khasnya elemen dekoratif geometris pada dinding eksteriornya.
- Dapat dilihat pada fasade Kantor PT. Toshiba yang dulunya merupakan John Peet & Co. Office Premises, pola garis-garis yang merupakan salah satu ciri Arsitektur Art Deco di Indonesia.
- Selain itu, bangunan ini bergaya Amsterdam School. Pada aliran Amsterdam School, tampak luar dan bagian dalam (interior) bangunan menjadi suatu kesatuan yang utuh, dapat dilihat pada kesamaan bentuk yang digunakan pada Kantor Toshiba.
Material
- Bangunan ini masih sesuai dengan aslinya dan masih berfungsi sebagai Kantor, yaitu kantor Toshiba. Bangunan ini masih terawat, hanya ada kerusakan kecil/ringan pada facadenya (dilihat dari detailnya). Dengan warna dominan yang digunakan yaitu putih.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari pembahasan di atas adalah bahwa bangunan Kantor PT. Toshiba tidak
ada perubahan sama sakali dari bentuk bangunan dahulu yang sebelumnya digunakan
sebagai kantor Kantor
John Peet & Co yang memiliki gaya arsitektur Amsterdam School dan Art Deco
. dan saat ini menjadi kantor PT Toshiba, sedikit sekali
bangunan ini menagalami kerusakan pada bangunan. Kemudian pentu, jendela,
material dan warna pun tidak ada yang berubah sama sekali. Karena banunan ini
merupakan bangunan yang tergolong A, sehingga harus benar-benar terlihat bentuk
aslinya walaupun sudah di revitalisasi dan berubah fungsinya karena ini
termasuk bangunan cagar budaya yang dilestraikan oleh pemerintah jakarta.
2.12 Gedung Banteng
Gedung Banteng atau Banteng Building merupakan sebuah
bangunan tua yang berada di wilayah jalan Kali Besar. Lokasi gedung ini berada
di selatan Toko Merah, atau sebelah utara gedung Singa Kuning.
Dulu, gedung ini merupakan gedung milik NV Gebr.
Sutorius & Co., yang diperkirakan dibangun pada abad 19. Hal ini bisa
ditelusur pada koran berbahasa Melayu, Pemberita Betawi, yang terbit antara
tahun 1884 hingga 1916. Dalam surat kabar tersebut, toko-toko serba ada di
Batavia mengiklankan produk-produk yang ada di tokonya kepada masyarakat luas
agar terkenal dan banyak pembeli. Toko serba ada yang ada di Batavia di
antaranya Toko Gebr. Sitorus & Co. di daerah Kali Besar Barat. Toko ini
menjual sejumlah besar lini produk, biasanya meliputi pakaian, perlengkapan rumah
tangga, dan barang-barang keperluan rumah tangga.
Orang Eropa, yang pada umumnya didominasi oleh
orang-orang Belanda yang bermukim di Batavia, banyak yang berbelanja di Toko
Gebr. Sitorus & Co. ini. Mereka berbelanja untuk mencari barang kebutuhan
yang diperlukan, seperti makanan dan minuman dalam kaleng, barang-barang curah,
kaus kaki maupun barang kebutuhan lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana ramainya
toko serba ada ini kala itu.
Kini, gedung yang pernah digunakan untuk toko serba
ada yang dikelola oleh NV Gebr. Sitorus & Co. ini menjadi kantor sejumlah
advokat dan pengacara maupun notaris, seperti Kantor Advokat dan Pengacara
Sjahrial Litoto, S.H. & Associates, dan Kantor Notaris Besri Zakaria, S.H.
Sedangkan, di lantai satunya digunakan untuk Kantor Jasa Logistik TIKI.
Konservasi Gedung Banteng
Sebagai bangunan tua,
tentu gedung banteng masuk kedalam satu diantara bangunan konservasi yang perlu
dilestarikan. Bahkan, menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, gedung ini masuk ke dalam golongan A.
Pada golongan A,
konservasi bangunan diatur cukup ketat, dimana bangunan harus tidak boleh
dibongkar atau diubah, namun dipertahankan sesuai dengan aslinya. Begitu pun
dalam hal perawatan, dimana bahan yang digunakan harus sejenis atau berkarakter
sama dengan aslinya, serta juga harus tetap mempertahankan ornament-ornamen
yang ada. Namun, fungsi bangunan dapat disesuaikan atau diubah sesuai
kebutuhan.
·
Fasad
Masuknya Gedung Banteng
ke dalam bangunan konservasi tipe A, terlihat dari fasadnya yang masih kental
dengan gaya arsitektur kolonial. Atap bangunan berbentuk pelana, dengan
sopi-sopi yang berada disisi kanan dan kiri (bukan depan). Penutup atap
menggunakan genteng tanah liat yang terlihat menghitam karena pengaruh usia dan
cuaca. Di bagian dinding terdapat bukaan berupa 3 buah jendela kayu dengan
kisi-kisi. Dinding bangunan di cat menggunakan warna putih, dan terlihat sudah
pudar dan mengelupas disana-sini.
·
Fungsi
Gedung Banteng saat ini
telah mengalami perubahan fungsi. Hal ini dapat dilakukan pada bangunan
golongan A, supaya bangunan dapat berfungsi sesuai kebutuhan. Dulu bangunan ini
merupakan sebuah toko serba ada, namun kini telah berubah fungsi menjadi kantor
firma hukum dan notaris, serta jasa logistik Tiki.
Dengan adanya
penyesuaian fungsi, bangunan tua diharapkan dapat dipergunakan, sehingga lebih
terawat dan tidak cepat rusak. Dengan begini, warisan arsitektur yang penuh
nilai-nilai sejarah dan budaya dapat dipertahankan dan dilestarikan.
2.13 Toko Merah
Bangunan Toko Merah terletak di Jl. Kali Besar No. 11,
Jakarta Barat. Secara administratif berada di Kelurahan Roa Malaka, Kec.
Tambora, Wilayah Kota Jakarta Barat. Letak bangunan pada masa kejayaan VOC
sangat strategis, berada di kawasan jantung kota asli Batavia, berdekatan
dengan pusat pemerintahan VOC (Stadhuis). Dari segi bisnis, Toko Merah justru
terletak di tepi barat Kali Besar (de Groote River), sebagai "central
business district" nya Batavia. Pada saat itu Ciliwung merupakan urat nadi
lalu lintas air yang ramai dilayari hingga ke pedalaman. Kawasan Kali Besar
sendiri merupakan salah satu wilayah hunian elit di dalam Kota Batavia.
Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf
Willem Baron van Imhoff (kemudian menjadi gubernur jenderal) sebagai rumah
tinggal. Pada saat ia membangun Toko Merah jabatannya masih sebagai
opperkopman, sehingga kadangkala orang meragukan bahwa Toko Merah dibangun van
Imhoff. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa, sehingga besar, megah dan
nyaman. Nama "Toko Merah" berdasarkan salah satu fungsinya yakni
sebagai sebuah toko milik warga Cina, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad
ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama. Nama tersebut juga didasarkan pada
warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu
bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga nampak pada interior dari
bangunan tersebut yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya
yang juga berwama merah. Di samping itu dalam akte tanah No. 957, No. 958
tanggal 13 Juli 1920 disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik NV
Bouwmaatschapij "Toko Merah".
Arsitektur bangunan ini merupakan gabungan arsitektur eropa
dengan atap yang merespon kondisi alam tropis di Indonesia dengan bentuk pelana
yang membentang dari sisi utara ke selatan. Hal lain yang menjadi cirri khas
arsitektur eropa(colonial) pada bangunan ini adalah terpadat dinding, jendela,
serta ventilasi yang berukuran monumental untuk mengimbangi aliran udara di
dalam ruangan yang juga berukuran besar. Pada bagian pintu terdapat ornament
ukiran pada kusennya, tidak ada perubahan pada bagian fasade bangunan took
merah pada saat ini maupun pada saat masa lalu. Masih tetap menggunakan bata
ekspose tanpa plester dengan warna merah serta pada bagian pintu dan ventilasi
pun tidak mengalami perubahan.
Seperti pada fasade, pintu-pintu pemisah antara kiri
dan kanan bangunan ini juga memiliki ukuran yang monumental dengan bentuk yang
menjulan tinggi.
2.14 Gedung Maybank BII
Dulunya bangunan ini dipkai sebagai rumah tinggal
eropa, dibangun 1895 bernama Patrician Mansion, bangunan ini termasuk bangunan
kolonial yang dilindungi keberadaannya oleh pemda Jakarta yang berada di zona
III. Bangunan ini berada di jalan kalibesar barat.
Bangunan ini dua lantai, denganbentuk fasad yang umum
seperti filosofi arsitektur local yakni terdapat elemen kepala, badan kaki,
sama juga seperti rumah gaya eropa. Pada akhir abad 19 di eropa gaya senirupa dan arsitektur yang berpengaruh
adalah gaya art & crafts, kemudian berkembang menjadi art noveau
setelahnya.
Namun pada fasad gedung BII ini yang saat ini lebih
terlihat seperti gaya arsitektur neoklasik, karena ornament tumbuhan khas art
& craft kurang terlihat, hanya terdapat jendela berjajar dan pintu ditengah
massa fasadnya. Secara arsitektur, neoklasikisme digantikan oleh neogothik dan
Rasionalisme Belanda. Gaya arsitektur yang tampak adalah Nieuwe Kunst
(contohnya Bank Tabungan Negara), Art Deco atau De Stijl, dan Amsterdam School.
Gaya-gaya arsitektur ini merupakan versi tropis dari gaya aslinya, sehingga
memunculkan gaya baru bernama the Indies.
Hal ini terlihat dari bentuk jendelanya yang sederhana
dan dengan bentuk berbeda untuk lantai dasar dan lantai satunya.
Gaya arsitektur masa bangunan ini juka menilik dari
teori periode gaya bangunan menurut Helen Jessup dalam Handinoto (1996:
129-130) tahun 1800-an sampai tahun 1902.
Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan
dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815.
Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu
diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda.
Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum
kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah).
Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik
yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.
Perkembangan Arsitektur Antara Tahun 1870-1900 akibat
kehidupan di Jawa yang berbeda dengan cara hidup masyarakat Belanda di negeri
Belanda maka di Hindia Belanda (Indonesia) kemudian terbentuk gaya arsitektur
tersendiri. Gaya tersebut sebenarnya dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW.
Daendels yang datang ke Hindia Belanda (1808-1811). Daendels adalah seorang
mantan jenderal angkatan darat Napoleon, sehingga gaya arsitektur yang
didirikan Daendels memiliki ciri khas gaya Perancis, terlepas dari kebudayaan
induknya, yakni Belanda.
Gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang
dipopulerkan Daendels tersebut kemudian dikenal dengan sebutan The Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga
dapat disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style
adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis,
bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia
Belanda (Indonesia) yang bergaya
kolonial, yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya
material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132). Ciri-cirinya
antara lain: denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai.
Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya: terbuka, terdapat pilar di
serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur
dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan
pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel
dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali
digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan
daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).
Untuk saat ini bangunan sudah direnovasi sehingga
walau sudah berumur lebih dari 100 tahun tetap terlihat inda seperti pada
zamannya. Dan berbagai elemen seperti atap,pintu, jendela, lisplank, detailnya
masih tetap terlihat baik.
Untuk saat ini bangunan digunakan sebagai kantor bank,
sudah pasti bentuk interior akan berubah, untuk fasadnya sendiri hanya
ditambahkan papan nama bank, dan terlihat bangunan bersifat lebih tertutup,
karena menjaga privasi dan keamanan dari bank itu sendiri.
2.15 Gedung Inkopad
Sejarah Bangunan
Sejarah
Owner : Kolff & Co
Berdiri : Sekitar 1848
Fungsi
: Museum, restoran, toko/retail,
galeri, hiburan
Milik
: BUMN
Alamat : Jl.
Kali Besar Timur No.17. Taman Sari, Jakarta Barat
Kondisi Bangunan : Cukup
baik
Klasifikasi : Golongan
B
Perusahaan
penerbitan dan penjualan buku di Batavia yang didirikan oleh Norman
(1848-1948). Kolff merupakan nama sebuah toko buku di bilangan Jl. Harmoni
Jakarta. Di sini kerap terselenggara pameran karya tokoh seni lukis Hindia
Belanda pada masa kalonial Hindia Belanda, seperti G.P. Adolfs, R. Strasser,
dsb.
Ketika
Kolff menjadi mitra perusahaan, nama perusahaan menjadi Nan Harren Norman &
Kolff (1853). Berubah lagi menjadi G. Kolff & Co ketika Norman kembali ke
Belanda (1858). Berubah lagi menjadi NV
Koninklijke Boekhandle en drukkerij G. Kolff & Co (1930), suatu PT. Perdagangan
dan Percetakan Buku Kerajaan G. Kolff & Co. Nama perusahaan G. Koff &
Co setelah mendapat hak dari ratu Belanda untuk menggunakan kata
"Koninklijke" (Royal). Toko bukunya bermula dari sebuah ruangan
sewaan kecil di Jl. Pintu Besar Selatan, pindah ke Jl. Pintu Besar Utara, di
ujung selatan Pasar Pisang (Jl. Kali Besar Timur 3) yang dibeli f 28 ribu
sebagai kantor pusat (l860-Mei 1921), dan di Jl. Pecenongan dekat Pasar Baru.
G. Kolff & Co merupakan penerbitan yang
aktif, menjadi promotor penerbitan surat kabar perintis Java Bode (1850) dengan cabang di Semarang (de
LocomotiefJ dan Surabaya (Het Soerabaiasch Handelsblad), meluncurkanBataviaasch
Nieuwsblad (1885).
Pemerintah juga memberikan kontrak untuk mencetak bandrol (surat jaminan) bagi
pemungutan cukai tembakau (1932). Selain itu juga pemasok utama buku pendidikan
di Hindia Belanda dan produsen kartu pos bergambar terbesar di Batavia. Kartu
pos ini memberikan gambaran penting tentang topografi Batavia pada dua dekade
pertama abad XX.
Sebelum direvitalisasi, bangunan ini
tergolong rawan roboh, sebelum bangnan ini dikonservasi, atap ini sudah tidak
ada dan tidak memiliki fungsi, hanya terdapat sisa-sisa dinding yang
belakangnya kosong. Setelah dikonservasi, bangunan ini bersifat sama seperti
bangunan yang lama dari segi fasad, hanya saja menggunakan teknologi bangunan
yang lebih modern. Dikarenakan bangunan ini memiliki klasifikasi pemugaran B.
Pemugaran golongan B
bersifat:
·
Mempnyai nilai keaslian
tetapi tidak bersejarah
·
Dilarang dibongkar
secara sengaja
·
Harus seperti semula
seperti aslinya walapun rubuh
·
Pemeliharaan dan
perawatan bangunan tidak boleh mengbah pola tapak depan, atap, dan warna, dan
mempertahankan detail.
·
Tata ruang dalam dapat
diubah sesuai pengguna, tetapi tidak mengubah struktur utama bangunan.
Setelah Direvitalisasi
a.
Bentuk
Bentuk bangunan merupakan
bergayakan bangunan kolonial Belanda dan bersifat simetris. Bangunan memiliki 2
lantai. pada setiap lantainya, setiap jendela memiliki irama yang berbeda.
Atapnya menggunakan atap limas dengan bahan atap tanah liat. Bentuk bangunan
pada tahun 1920 dengan 2016 tidak ada yang diubah, mengikuti bentuk bangunan
lama atau seperti semula.
b.
Elemen
fasad
·
Jendela
Elemen
jendela yang digunakan pada bangunan berupa jendela bouvenlicht. Bouvenlicht
tidak tergantung dari keadaan cuaca, berkaitan fungsinya dengan kesehatan, akan
tetapi apabila dikaitkan dengan kenyamanan termal, maka bouvenlicht sangat bergantung pada
kondisi cuaca. Bouvenlicht berfungsi
untuk mengalirkan udara dari luar ke dalam bangunan, dan sebaliknya, oleh
karena itu, ukuran dari bouvenlicht harus
disesuaikan dengan kondisi cuaca. Dalam penggunaannya, dapat diusahakan
agar bouvenlicht terhindar
dari sinar matahari secara langsung. Rangka jendela setelah direvitalisasi
menggunakan rangka aluminium dengan mengikuti bentuk jendela lama seperti
aslinya.
§
Pintu
Bentuk
pintu juga sama dengan jendela, berupa melengkung agar terjadinya pertukaran udara yang seirama dengan
elemen jendela yang lainnya. Setelah direvitalisasi, pintu menggunakan rangka aluminium.
§
Warna
Warna
bangunan menunjukkan warna putih yang memang warna primer pada bangunan kolonial. Dan juga dikarenakan
fungsi bangunan ini memang untuk asuransi dan milik
BUMN, warna putih menandakan warna formal pada bangunan.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan di atas adalah bahwa bangunan gedung INKOPAD sempat memiliki
kerusakan dan rawan roboh, setelah direvitalisasi banyak bagian-bagian bangunan
sama dengan bentuk bangunan lamanya, dikarenakan sifat pemugaran revitalisasi
bangunan ini tergolong B, atau berarti harus bersifat asli dengan bangunan
lamanya walaupun sudah hancur dan dapat diinovasikan dengan penggunaan material
yang lebih modern.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya terdapat beberapa bangunan yang
telah dikonservasi sesuai dengan aturan yang ada dan ada juga bangunan yang
belum dikonservasi. Kebanyakan bangunan yang telah dikonservasi telah mengalami
perubahan yang cukup baik. Perubahan yang ada masih mempertahankan bentuk atau
nilai keaslian bangunan. Pada segi fungsi bangunan, bangunan yang telah
dikonservasi ada yang telah mengalami perubahan fungsi tetapi masih menjaga dan
memlihara struktur, bentuk atap serta warna bangunan.
3.2 Saran
Bangunan
yang sudah dikonservasi dengan baik harus lebih dijaga perawatan bangunannya
untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh usia bangunan yang
sudah tua ataupun hal lainnya, sedangkan untuk bangunan-bangunan yang belum
dikoonservasi, pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah harus menggalakan dan
menjalankan program konservasi bangunan tua yang ada saat ini karena bangunan
tua yang masih ada ini telah menjadi saksi bisu sejarah perkembangan kota sejak
dulu hingga sekarang dan menjadi cerminan kota itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://www.m.metronews.com/read/2014/10/11/303595/gedung-cipta-niaga-kotatua-jakarta-setop-kegiatan
·
http://www.jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/gedung_cipta_niaga
- Pengamatan dan Dokumentasi Pribadi
- http://www.jakarta.go.id/web/news/2010/01/Kantor-Toshiba
- http://mahandisyoanata.multiply.com/
- http://ferrykurnia.blogspot.com/
- Handinoto dan Samuel Hartono, “THE AMSTERDAM SCHOOL” DAN PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI HINDIA BELANDA1 ANTARA 1915-1940
- PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN, “GUIDELINES KOTA TUA”, 2007