Pancasila Sebagai Etika Politik
Pengertian Etika dan Politik (Wikipedia)
Etika
Etika (Yunani Kuno:
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajarinilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar,salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi)
menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika
dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika.
Politik
Politik adalah proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah
seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu
politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
·
politik adalah usaha yang ditempuh
warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·
politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
·
politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
·
politik adalah segala sesuatu
tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Dalam konteks
memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik,proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk
beluk tentang partai politik.
Etika Politik
Setelah penjelasan kedua
poin di atas, maka tibalah pada intisari penting, yaitu etika politik. Secara
substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan
erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun
negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai
manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan
senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan
berbudaya.
Berdasarkan suatu
kenyataan bahwa masyarakat, bangsa, maupun negara bisa berkembang ke arah
keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai
oleh penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam suatu masyarakat negara yang
demikian ini maka seseorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang
tidak baik menurut negara serta masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi
etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat
manusia sebagai manusia (Suseno, 1987: 15
Hubungan Etika Politik dan Pancasila
Dalam
kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu sendiri. Etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas
(legitimasi hukum), secaraa demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan
prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut
Penyelenggaraan
negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral relegius (sila I)
serta moral kemanusiaan (sila II). Selain itu dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip
legalitas. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu “keadilan”
dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila ke V.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila VI)
Prinsip-prinsip
dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam Pancasila. Dengan
demikian, Pancasila adalah sumber etika politik yang mesti direalisasikan. Para
pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, pelaksana aparat dan penegak
hukum harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis
juga harus berdasar pada legitimasi moral yang memang pembentukan dari
nilai-nilai serta dikongkretisasi oleh norma.
Pengertian
Pengertian etika sebagai suatu usaha,filsaat dibagi menjadi
beberapa cabang menurut lingkungan bahasanya masing masin. Cabang cabang itu
dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya
tentan g segala sesuatu,misalnya hakikat manusia,alam,hakikat realitas sebagai
suatu keseluruhan,tentang pengetahuan,tentang apa yang kita ketahui dan
filsafat teoritispun juga mempunyai maksud maksud dan berkaitan erat dengan hal
hal yang bersifat praktis,karena pemahaman yang dicari menggerakkan
kehidupannya .[1]
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita
dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana kita
harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran
moral.[2]
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan
“tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis
kehidupan manusia. Bidang pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika
politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan
apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan
cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.
sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika
politik seperti:
Ø Perpisahan antara kekuasaan gereja dan
kekuasaan Negara
Ø Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
Ø Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
Ø Kedaulatan rakyat (Rousseau)
Ø Negara hokum demokratis/republican (Kant)
Ø Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
Ø Keadilan sosial
Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait dengan bidang
pembahsan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral
senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata ‘politics’ yang
memiliki makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara
yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti
dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan keputusan mengenai
apakah yang menjadi tujuan dari system itu.
Lima
Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan
Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini
disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah
penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki
logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern
(yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah
kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan
pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari
informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang
dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi
manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa? Karena hak-hak
asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik
mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia
memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia
manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual karena
baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di
mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam
oleh Negara modern.
Bila mengkaji hak asasi
manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi hak-hak
asasi manusia:
1) Generasi pertama (abad
ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan hokum.
2) Generasi kedua
(abad ke 19/20): hak-hak sosial
3) Generasi ketiga
(bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas etnik).
3.
Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna
manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain,
bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara
melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia. Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.
4.
Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat”
menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology,
atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan
(menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah
“kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak
masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a.
Pengakuan dan jaminan terhadap HAM;
perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran
mayoritas.
b.
Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam
ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum
merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang
sewenang-wenang).
5.
Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma
moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas
apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan
terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke
dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang
paling-paling bisa survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social
tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan
itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya,
ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang
tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur
politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat
dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari
atas. Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar
segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua
bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di
atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1.
Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan
sosial.
2.
Ekstremisme ideologis yang anti pluralism,
pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan
merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3.
Korupsi.
Demensi Manusia
Politik
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat
kodrat manusia, dari kacamata yang berbeda-beda. Paham individualism yang
merupakan bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu
yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun
negara dasar merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban
dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan
berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya
kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme
mamandang siafat manusia sebagi manusia social. Individu menurut paham
kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu
konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara paham kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai
makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam
hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi
manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya
senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai
masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan
dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia
ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi kare orang lain dan
ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubunganya dengan
oranglain.Dasar filosofi sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya
terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat
manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai
makhluk sosial. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia
bukanlah totalis individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi
tujuan kepentingan dan kkesejahteraan individu maupun masyarakat secara
bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan
serta arah dari tujuan negara indonesia harus dapat dikembalikan secara moral
kepada dasar-dasar tersebut.
Demensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan
negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat
secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian
dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati
dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan
dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu
kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini
dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap
manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia
tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam
masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif. Lembaga
penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat
hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka
harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan
otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya.
Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat
hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga
itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penatan
yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Namun perlu dipahami
bahwa negara yang memiliki.
Nilai – nilai
Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan
sumber derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber
moraliatas terutama dalam hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta
sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab”
adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
Kaelan
M.s, pendidikan pancasila,(Yogyakarta:
Paradigma Offset 2004),hlm.86
ibid
Kaelan
M.S,op.cit., hlm 94
http://
www scribd com./ doc/ 24334747/ pancasila sebagai etika politik
http://
plityz. Blugs pot. Com /2010/10/ pancasila sebagai etika politik
ibid
http:
// khairunnisa zhet. Blog spot. Com/2011/06/ pancasila sebagai etika politik
Kaelan
dan h.achmaat,pendidikan
kewarganegaraan,(jokyakarta:paradigm 2007) hlm 100