Kritik
Arsitektur Jl. Margonda Raya Depok
(Batas
Juanda – Tugu Jam)
ABSTRAKSI
Rizki
Fachurohman,
Kritik
Arsitektur Pedestrian Jl. Margonda Raya Depok
Jurusan Teknik
Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Universitas
Gunadarma.
Kawasan Jl. Margona Raya Depok merupakan kawasan yang menjadi landmark kota
Depok. Pada Kawasan Jl. Margona Raya
Depok ini, setiap orang menuju
ke pusat kota hampir
dipastikan melewati Jl. Margona
Raya Depok. Jl. Margona Raya Depok cukup strategis karena
dapat dicapai oleh segala lapisan masyarakat dari berbagai
sarana
transportasi. Berbagai
kegiatan masyarakat.
Sebagian pedestrian digunakan untuk kegiatan selain
pejalan kaki dan masih
ada tersisa ruang untuk pejalan kaki. Namun
di Jl. Margona Raya Depok terdapat kecenderungan pejalan kaki tidak menggunakan jalur pedestrian tersebut untuk sirkulasi dan memilih berjalan
di badan jalan dan jalan raya. Adanya berbagai macam
masalah tersebut sehingga
aktivitas yang ada tidak berjalan seperti semestinya
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan fungsi dan kenyamanan jalur pedestrian dan pola perilaku pejalan kaki di Jl. Margona Raya Depok. Analisis data
menggunakan analisis kualitatif yang digunakan
untuk menjelaskan hasil
survey yang dilakukan di Jl. Margona Raya Depok dengan hasil
tinjauan pustaka tentang jalur pedestrian.
Hasil penelitian penunjukkan bahwa
ternyata jalur pedestrian
di Jl. Margona Raya Depok apabila ditinjau dari fungsi dan kenyamanan sudah tidak sesuai lagi dengan teori
yang
ada. Hal ini dikarenakan banyaknya
aktivitas lain yang
menggunakan jalur pedestrian tersebut selain untuk aktivitas
berjalan. Jalur pedestrian sebenarnya
merupakan ruang terbuka yang seharusnya
digunakan untuk aktivitas berjalan untuk pejalan kaki sehingga tidak akan merubah pola
perilaku
pejalan
kaki
dalam menggunakan
jalur
pedestrian
tersebut.
Kata
Kunci: Jalur pedestrian, Fungsi dan kenyamanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era modern
sekarang, dalam tata ruang kota jalur pejalan kaki merupakan elemen yang sangat
penting. Selain karena memberikan ruang yang khusus bagi pejalan kaki, jalur
pejalan kaki juga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki yang
melintasi jalur tersebut. Oleh kerena itu, ruang pejalan kaki sangat berperan
dalam menciptakan lingkungan yang manusiawi.
Pejalan kaki adalah
orang yang bergerak dalam satu ruang, yaitu dengan berjalan kaki. Dalam
berjalan kaki, Shirvani (1985) mengatakan bahwa penggunanya memerlukan jalur
khusus yang disebut juga dengan pedestrian, yang merupakan salah satu dari
elemen- elemen perancangan kawasan yang dapat menentukan keberhasilan dari
proses perancangan di suatu kawasan kota.
Pedestrian juga
diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi perpindahan manusia/ pengguna dari
satu tempat asal (origin) menuju ke tempat yang ditujunya (destination) dengan
berjalan kaki.
Sebagai layaknya kota
besar lainnya, Depok senantiasa memiliki kompleksitas permasalahan perkotaan
yang semakin meningkat. Masukan bagi perancang kota yang berorientasi pada
pejalan kaki di Indonesia pada umumnya khususnya suatu kajian fungsi jalur
pedestrian di Jl. Margonda Raya ditinjau dari aspek kenyamanan penggunanya.
Kawasan Jl. Margonda
Depok merupakan kawasan yang menjadi landmark kota Depok. Pada Kawasan Jl. Margonda
Depok ini, setiap orang menuju ke pusat kota hampir dipastikan melewati Jl. Margonda
Depok. Jl. Margonda Depok cukup strategis karena dapat dicapai oleh segala
lapisan masyarakat dari berbagai sarana transportasi.
Sebagian pedestrian
digunakan untuk kegiatan selain pejalan kaki dan masih ada tersisa ruang untuk
pejalan kaki. Namun di Jl. Margonda Depok terdapat kecenderungan pejalan kaki
tidak menggunakan jalur pedestrian tersebut untuk sirkulasi dan memilih
berjalan di badan jalan dan jalan raya. Adanya berbagai macam masalah seperti
parkir liar/parkir yang menutupi pedestrian, lebar pedestrian yang sempit dan
rusaknya jalan pedestrian sehingga aktivitas yang ada tidak berjalan seperti
semestinya.
Oleh karena itu sudah
seharusnya pedestrian margonda depok perlu di kritik dan diberi solusi agar
pedestrian Jl. Margonda Raya Depok ini dapat digunakan dengan nyaman. Aman, dan
sejuk untuk pengguna pedestrian.
1.2
Batasan Masalah
Bagaimana membuat
sebuah pedestrian/tempat pejalan kaki dengan aman, nyaman dan memiliki tata
hijau supaya pedestrian di kota depok dapat berfungsi sesuai dengan fungsi
aslinya.
1.3
Rumusan Masalah
Agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang akan dibahas dan lebih
memahami judul di atas, maka timbulah beberapa pertanyaan guna untuk membatasi pembahasan ini yaitu :
1.
Bagaimana merancang pedestrian dengan nyaman dan
memiliki tata hijau ?
2.
Bagaimana merancang pedestrian supaya dapat berfungsi
sesuai dengan fungsi aslinya ?
1.4
Tujuan
Tujuan dari kritik
arsitektur ini adalah untuk mengetahui dan memahami maslah – masalah yang ada
di kawasan perkotaan.
·
Memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam
meneliti perancangan yang baik.
·
Memahami fungsi dari pedestrian yang baik.
1.5
Sistematika Penulisan
Secara garis besar,
penulisan apresiasi budaya ini terdiri dari lima bab, dapat dideskripsikan
sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
Menjabarkan tentang latar belakang permasalahan, maksud dan
tujuan, lingkup perancangan, batasan dan asumsi, metode perancangan dan
sistematika laporan.
BAB
II KAJIAN
PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan memberi acuan tentang teori – teori yang
bersangkutan dengan permasalahan yang dikaji. Kajian yang menguraikan pustaka/literatur untuk dapat
menjelaskan materi yang diambil dan di buat dalam rangkuman untuk mempermudah
menguraikan sebuah analisa.
BAB
III ANALISA
PEMBAHASAN
Menganalisa permasalahan yang terjadi di lapangan selama proses
pengamatan dilihat dari segi keuntungan, kerugian, efisiensi serta cara
penyelesaiannya.
BAB
IV KESIMPULAN
Menyimpulkan hasil pembahasan
masalah pengawasan pekerjaan yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan
dilengkapi pula dengan saran-saran yang dapat membantu dalam pelaksanaan proyek
tersebut.
1.6
Metode Penulisan
1.
Studi
Pustaka
Yaitu
mengambil dari beberapa sumber antara lain buku-buku, dan sumber-sumber lain
yang bisa menjawab permasalahan dengan pemecahan yang mendasar.
2.
Studi
Lapangan
Melakukan studi di lapangan secara langsung, yang di lakukan dengan
mengumpulkan data- data yang di perlukan untuk penyusunan laporan ini.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian
Pedestrian
Istilah pejalan
kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin pedesterpedestris yaitu orang
yang berjalan kaki atau pejalan kaki.
Pedestrian juga
berasal dari kata
pedos bahasa Yunani
yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan
kaki atau orang yang berjalan kaki.
Pedestrian juga
diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia
dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan
(destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein,1992).
Jalur pedestrian
merupakan daerah yang menarik untuk kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan
spiritual, misalnya untuk bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi,
bertegur sapa dan sebagainya.
Jadi jalur
pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki. Jalur
pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk,
pathway, plaza dan mall.
Jalur pedestrian
yang baik harus dapat menampungsetiap kegiatan pejalan kaki
dengan lancar dan
aman. Persyaratan ini
perlu
dipertimbangkan di
dalam perancangan jalur
pedestrian. Agar dapat menyediakan jalur
pedestrian yang dapat
menampung kebutuhan
kegiatan-kegiatan tersebut maka perancang perlu mengetahui kategori
perjalanan para pejalan
kaki dan jenis-jenis
titik simpul yang
ada dan menarik bagi pejalan
kaki.
Jalur pedestrian
sebagai unit ruang kota keberadaannya dirancang secara terpecah-pecah dan menjadi sangat tergantung pada kebutuhan jalan sebagai sarana
sirkulasi.
Menurut Murtomo
dan Aniaty (1991) jalur pedestrian di kota-kota besar mempunyai fungsi terhadap
perkembangan kehidupan kota, antara lain adalah:
1.
Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi
kerawanan kriminalitas
2.
Pedestrianisasi dapat merangsang
berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan
bisnis yang menarik
3.
Pedestrianisasi sangat menguntungkan
sebagai ajang kegiatan promosi, pameran, periklanan,
kampanye dan lain sebagainya
4. Pedestrianisasi dapat
menarik bagi kegiatan
sosial, perkembangan jiwa dan
spiritual
5.
Pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan yang spesifik, unik
dan dinamis di lingkungan pusat kota
6.
Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat pencemaran udara
dan suara karena berkurangnya
kendaraan bermotor yang lewat
Fungsi jalur
pedestrian yang disesuaikan
dengan perkembangan kota adalah
sebagai fasilitas pejalan kaki, sebagai unsur keindahan kota, sebagai media
interaksi sosial, sebagai
sarana konservasi kota
dan sebagai tempat bersantai serta bermain.
Sedangkan
kenyamanan dari pejalan kaki dalam berjalan adalah adanya fasilitas-fasilitas
yang mendukung kegiatan berjalan dan dapat donikmatinya kegiatan berjalan
tersebut tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur
tersebut.
Fungsi jalur
pedestrian yang sesuai dengan kondisi kawasan Jl. Pahlawan Semarang adalah
jalur pedetrian dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi
kerawanan kriminalitas, menguntungkan sebagai sarana promosi dan dapat menarik
bagi kegiatan sosial serta pengembangan jiwa dan spiritual.
Jalan dipergunakan
juga dalam kata
kerja berjalan, selain
itu diartikan sebagai road, yaitu suatu media diatas bumi yang
memudahkan manusia dalam tujuan berjalan. Jalan dapat diklarifikasikan dengan
membedakan jalur-jalur jalan menjadi jalur cepat dan jalur lambat
Pejalan kaki
sebagai istilah aktif
adalah orang/manusia yang bergerak atau
berpindah dari suatu
tempat titik tolak ke tempat
tujuan tanpa menggunakan alat
lain, kecuali mungkin
penutup/ alas kaki
dan tongkat yang tidak bersifat mekanis
Pejalan kaki
adalah orang yang melakukan perjalanan dari satu tempat asal (origin) tanpa
kendaraan untuk mencapai tujuan atau tempat (destination) atau dengan maksud
lain. Kemudian dari pengertian tersebut pejalan kaki dalam penelitian ini
adalah orang yang melakukan perjalanan atau aktivitas di ruang terbuka publik
tanpa mengguankan kendaraan.
Shirvani (1985),
mengatakan bahwa jalur pejalan kaki harus dipertimbangkan sebagai salah satu
perancangan kota. Jalur pejalan kaki adalah bagian dari kota dimana orang
bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan. Fungsi jalur pejalan
kaki adalah untuk keamanan pejalan kaki pada waktu bergerak dari satu tempat ke
tempat yang lain.
2.2
Fasilitas
Jalur Pedestrian
Menurut Iswanto (2006), ada
terdapat beberapa macam fasilitas yang disediakan bagi pedestrian, antara lain:
1. Jalur pedestrian terpisah dengan jalur
kendaraan, yaitu dengan membuat permukaan, serta ketinggian yang berbeda.
2. Jalur pedestrian untuk menyeberang, yaitu dapat
berupa zebra cross, jembatan penyeberangan, atau jalur penyeberangan bawah
tanah.
3. Jalur pedestrian yang rekreatif, yaitu terpisah
dengan jalur kendaraan bermotor serta disediakan bangku- bangku untuk
istirahat.
4. Jalur pedestrian dengan sisi untuk tempat
berdagang, biasanya di komplek pertokoan.
2.3
Elemen - elemen
pada Jalur Pedestrian
Pada jalur pedestrian yang
keberadaannya sangat diperlukan oleh para pejalan kaki, umumnya terdapat elemen- elemen atau
disebut juga dengan perabot jalan (street furniture) didalamnya. Hal ini difungsikan untuk melindungi pejalan kaki
yang melakukan aktivitas pada pedestrian dengan
menciptakan rasa aman dan nyaman terhadapnya.
Menurut Rubenstein (1992),
elemen– elemen yang harus terdapat
pada jalur pedestrian antara lain :
1. Paving, adalah trotoar atau hamparan yang rata. Dalam meletakkan
paving, sangat perlu
untuk memperhatikan pola, warna, tekstur dan daya serap air. Material paving
meliputi: beton, batu bata, aspal, dan sebagainya.
Gambar 2.1 Paving sebagai
elemen yang
harus terdapat
pada
jalur pedestrian
2.
Lampu, adalah suatu
benda yang digunakan
sebagai penerangan di waktu malam hari. Ada beberapa tipe lampu
yang merupakan elemen penting pada pedestrian (Chearra, 1978), yaitu:
a. Lampu tingkat rendah, yaitu lampu yang
memiliki ketinggian dibawah mata manusia.
b. Lampu mall, yaitu lampu yang memiliki
ketinggian antara 1- 1,5 meter.
c. Lampu khusus, yaitu lampu yang mempunyai
ketinggian rata-rata 2-3 meter. d.
Lampu parkir dan
lampu jalan raya,
yaitu lampu yang
mempunyai ketinggian antara 3- 5 meter.
Gambar 2.2 Lampu tiang
tinggi sebagai elemen yang harus terdapat pada jalur pedestrian
3. Sign atau tanda, merupakan
rambu-rambu yang berfungsi untuk
memberikan
suatu tanda, baik itu informasi maupun larangan. Sign haruslah gampang dilihat
dengan jarak mata manusia
memandang
dan gambar harus kontras serta
tidak menimbulkan efek
silau.
Gambar 2.3
Sign/
tanda sebagai elemen yang
harus terdapat
pada jalur pedestrian
4. Sculpture, merupakan suatu benda yang memiliki fungsi untuk
memberikan
suatu identitas ataupun untuk menarik
perhatian mata pengguna jalan.
Gambar 2.4
Sculpture sebagai elemen yang
harus terdapat pada jalur
pedestrian
5. Pagar pembatas,
mempunyai fungsi sebagai pembatas antara
jalur pedestrian dengan jalur kendaraan.
Gambar 2.5 Pagar pembatas sebagai
elemen
yang
harus terdapat pada jalur pedestrian
6. Bangku, mempunyai
fungsi sebagai
tempat
untuk beristirahat
bagi para pengguna jalan.
Gambar 2.6 Bangku sebagai
elemen yang
harus terdapat pada jalur pedestrian
7. Tanaman peneduh, mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penyejuk area
pedestrian. Ciri- ciri tanaman peneduh
yang baik adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki
ketahanan yang baik terhadap pengaruh udara maupun
cuaca. b. Daunnya bermassa
banyak dan lebat.
c. Jenis dan bentuk pohon berupa akasia, tanaman tanjung
dan pohon- pohon yang memiliki fungsi
penyejuk lainnya.
Gambar 2.7 Tanaman peneduh sebagai
elemen yang harus terdapat pada jalur pedestrian
8. Telepon umum, mempunyai fungsi sebagai sarana untuk pengguna
jalan agar bisa berkomunikasi
jarak jauh terhadap
lawan bicaranya.
Gambar 2.8 Telepon
umum sebagai
elemen yang harus
terdapat pada jalur
pedestrian
9. Kios, shelter, dan kanopi, keberadaannya
dapat untuk menghidupkan suasana pada jalur pedestrian sehingga tidak biasa dan menimbulkan aura yang tidak biasanya. Berfungsi sebagai tempat
menunggu angkutan dan sebagainya.
Gambar 2.9 Shelter sebagai
elemen yang harus
terdapat pada jalur
pedestrian
10.
Jam, tempat sampah. Jam berfungsi sebagai
petunjuk
waktu.
Sedangkan
tempat sampah berfungsi sebagai sarana untuk
pejalan kaki yang membuang sampah,
agar pedestrian tetap nyaman dan bersih.
Gambar 2.10 Tempat sampah sebagai elemen yang
harus terdapat pada jalur pedestrian
2.4 Persyaratan Jalur Pedestrian
Agar
pengguna
pedestrian
lebih leluasa, aman serta nyaman
dalam mengerjakan
aktivitas didalamnya, pedestrian haruslah memenuhi syarat-
syarat dalam perancangannya.
Menurut Iswanto (2003), syarat- syarat rancangan yang harus dimiliki jalur pedestrian
agar terciptanya jalur
pejalan kaki yang baik adalah
sebagai berikut:
1. Kondisi permukaan bidang pedestrian:
- Haruslah kuat,
stabil, datar dan tidak licin.
- Material yang biasanya digunakan
adalah paving block, batubata,
beton,
batako, batu alam, atau kombinasi-
kombinasi dari
yang telah disebutkan.
2. Kondisi daerah- daerah
peristirahatan:
-
Sebaiknya dibuat pada jarak- jarak tertentu dan disesuaikan dengan skala jarak kenyamanan berjalan kaki,
- Biasanya berjarak sekitar 180 meter.
3. Ukuran tanjakan
(ramp):
- Ramp dengan
kelandaian di bawah 5% untuk pedestrian umum.
- Ramp dengan
kelandaian mencapai
3% penggunaannya lebih praktis.
- Ramp dengan kelandaian 4% sampai dengan 5% harus memiliki jarak sekitar
165 cm.
- Ramp dengan
kelandaian di atas 5% dibutuhkan desain khusus.
4. Dimensi pedestrian:
Dimensi pedestrian berdasarkan
jumlah arah jalan:
- Lebar minimal sekitar 122 cm untuk jalan
satu arah.
- Jalan kelas 1,
lebar jalan 20 meter, lebar
pedestrian 7 meter.
- Jalan kelas 2,
lebar jalan 15 meter, lebar
pedestrian 3,5 meter.
- Jalan kelas 3, lebar
jalan 10 meter,
lebar pedestrian 2 meter. Dimensi pedestrian berdasarkan daerah atau
lingkungannya:
- Lingkungan
pertokoan, lebar pedestrian
5 meter.
- Lingkungan
perkantoran, lebar pedestrian 3,5 meter.
- Lingkungan perumahan. Lebar pedestrian 3 meter.
5. Sistem penerangan
dan perlindungan terhadap sinar
matahari:
- Penerangan pada malam hari di sepanjang jalur pedestrian daya minimal yang digunakan adalah sebesar 75 Watt.
- Perlindungan terhadap sinar matahari dapat
dilakukan
dengan
menanam pepohonan peneduh pada jarak
tertentu.
6. Sistem pemeliharaan:
- Pembersihan pedestrian dan elemen- elemen
didalamnya.
- Pengangkutan sampah.
- Penggantian material dan elemen
yang sudah tidak layak pakai.
- Penyiraman tanaman.
- Pemupukan
tanaman.
- Pemangkasan
tanaman.
7. Kondisi struktur
drainase:
Struktur drainase haruslah memperhatikan arah kemiringan, yang fungsinya
bisa membantu mengalirkan air hujan yang mungkin
dapat menggenang.
8. Kondisi tepi jalan
Tepi jalan disyaratkan
tidak
boleh melebihi
ukuran
tinggi maksimal
satu
langkah kaki, yaitu sekitar
15 cm sampai dengan 16,5 cm.
9. Kondisi daerah
persimpangan jalan
Sistem peringatan kepada pengendara dan
pengguna pedestrian:
-
Perlu dilengkapi signage untuk membantu pengguna
pedestrian melakukan
aktivitasnya, seperti menyeberang.
- Signage, khususnya
tanda- tanda lalulintas sebaiknya dedesain tidak menyilaukan, mudah
dilihat dan diletakkan pada ketinggian
sekitar 2 meter.
Jalur penyeberangan pedestrian:
- Dirancang
untuk mempertegas lokasi penyeberangan pedestrian, yaitu harus mudah dilihat pengendara kendaraan maupun pengguna pedestrian.
- Menggunakan materian bertekstur
untuk melukiskan bentuk dan batas jalur
pedestrian.
- Signage yang digunakan sebaiknya berlatar belakang gelap dengan huruf berwarna cerah.
-
Ukuran lebar bagian
dalam jalur penyeberangan disarankan sama dengan
ukuran lebar jalur jalan yang
ada didekatnya.
Dinding- dinding
pembatas:
- Dinding pembatas dengan tempat duduk sebaiknya mempunyai tinggi sekitar
45
cm sampai dengan 55 cm serta lebar minimal 20 cm untuk dapat duduk santai di atasnya.
- Dinding pembatas yang rendah, yang berukuran antara 66 cm samapai dengan
99
cm, yang dapat dimanfaatkan
untuk bersandar pada posisi
duduk atau untuk duduk di
atasnya.
- Dinding-
dinding yang transparan, seperti bambu/ kayu, pepohonan, semak- semak maupun dinding- dinding semu yang
terbentuk dari batas air sungai,
cakrawala juga bisa dijadikan
sebagai pembatas jalur pedestrian dengan
jalur kendaraan yang masing- masingnya
mempunyai tinggi yang bervariasi.
Gambar
3.1 Jl. Margonda Raya Depok
3.2.
Jl. Margonda
Raya Depok
Jalan Raya
Margonda merupakan jalan utama di Kota Depok. Di sepanjang jalan ini
terdapat beberapa kampus, pusat perbelanjaan, ruko, rumah sakit, hingga kantor
pemerintah.
Sebagai jalan
utama, tentu Jl. Raya Margonda memiliki potensi untuk menjadi ‘etalase’ yang
menampilkan wajah Kota Depok. Namun, saat ini hal tersebut belum terlihat , Jl.
Raya Margonda masih gersang, dan tidak ramah bagi pejalan kaki apalagi untuk
pengguna difabel. Trotoar masih penuh lubang serta diserobot untuk lahan
parkir.
3.3.
Permasalahan
·
Trotoar Jalan Margonda, Depok,
dijadikan lahan parkir untuk pelanggan bisnis. Sempitnya lahan parkir restoran
dan bisnis lainnya ditengarai menjadi penyebab. Terpaksa ditaruh (parkir-red)
di trotoar daripada mereka tidak jadi bertamu.
·
Beralih fungsi
menjadi lahan parkir,
banyak sekali parkir liar di sekitar pedestrian margonda karena kurangnya lahan
parkir kemudian pertokoan yang tidak mementingkan GSB dari pedestrian yang
mengakibatkan parkir liar dan tempat parkir yang luasnya tidak mencukupi
sehingga menghalangi pejalan kaki untuk melewati pedestrian.
·
Desain pedestrian
yang tidak sama, dan mengurangi kenyamanan (tidak berkonsep). Dan sempitnya
pedestrian/ trotoar jl. Margonda raya.
·
Sering di jumpai
lubung-lubang yang terdapat di pedestrian, karena kurangnya kepedulian pemerintah
sehingga dapat membahayakan pengguna pedestrian.
·
Jalur pembuangan
air yang rusak ,menyebabkan genangan air saat hujan. Karena tidak
berfungsinya gorong – gorong air di dalam pedestrian
·
Tidak terdapat
jalur khusus untuk penyandang tuna netra. Dan kurangnya tata hijau di pedestrian
jl margonda raya sehingga terlihat gersang dan pejalan kaki lebih memilih
menggunakan kendaraan dibandingkan berjalan kaki.
·
Kurangnya
fasilitas umum di sepanang pedestrian Jl. Margonda Raya Depok seperti lampu,
tempat duduk, tempat sampah, halte, dll
3.4.
Solusi
membuat redesign
pada jalur pedestrian jl. Margonda raya. Dengan konsep Ecopark dapat diadaptasi
sebagai upaya pengelolaan lansekap atau taman (bagian dari ruang terbuka hijau)
yang ramah lingkungan dengan men- goptimalkan fungsi ekologisnya dan juga
mengupaya- kan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alamnya melalui disain dan tata
ruang lansekap serta penataan tanaman.
prinsip ecopark
adalah model pengelolaan lansekap yang memperhitungkan keberlanjutan ekosistem
di dalam wilayah tersebut (Brundtland,1987).
Gambar Orchad Road Singapore
·
Memperlebar
pedestrian Jl. Margonda Raya Depok.
·
Memberikan
tata hijau supaya tidak terlihat gersang sehingga masyarakat depok lebih banyak
beralih untuk berjalan kaki dibandingkan dengan kendaraan.
beralih untuk berjalan kaki dibandingkan dengan kendaraan.
·
Memberikan
fasilitas yang lengkap seperti lampu, tempat duduk, tempat sampah halte, dll.
·
Menggunakan
hard dan soft material yang tepat.
·
Menngatur
kembali ketinggian pedestrian.
·
Memberikan area jalan khusus tuna netra.
Gambar Redesaign Pedestrian
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil
penelitian yang diperoleh melalui pengamatan jalur pedestrian Jl. Margonda Raya
Depok adalah jalur pedestrian di Jl. Margonda Raya Depok sudah tidak sesuai
lagi dengan fungsinya. Hal tersebut juga tidak sesuai dengan teori mengenai
jalur pedestrian dan teori mengenai kenyamanan pejalan kaki. Jalur pedestrian
Jl. Margonda Raya Depok banyak digunakan untuk aktivitas-aktivitas lain selain
untuk berjalan.
2. Dari hasil
pengamatan perilaku pejalan kaki di sepanjang Jl. Margonda Raya Depok diperoleh
hasil yaitu perilaku pejalan kaki sudah berubah dengan mengikuti perubahan
lingkungannya. Dalam hal ini perilaku pejalan kaki Jl. Margonda Raya Depok
lebih memilih menggunakan tepi jalan untuk berjalan daripada harus melewati
jalur pedestrian yang sudah penuh dengan aktivitas berdagang dan parkir.
5.2 Saran
Adapun saran yang
dapat diberikan untuk lebih memanfaatkan jalur pedestrian sebagaimana mestinya
adalah sebagai berikut:
1. Bagi
masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian sepanjang Jl. Margonda Raya Depok
sebagai tempat untuk berdagang dan berkumpul, sebaiknya tidak menggunakan jalur
pedestrian sepenuhnya karena hal ini tidak sesuai dengan tujuan adanya jalur
pedestrian. Memberikan ruang bagi
pejalan kaki yang melewati jalur pedestrian tersebut untuk berjalan dengan
nyaman.
2. Bagi
pemerintah dan pihak yang terkait, sebaiknya melakukan revitalisasi terhadap
jalur pedestrian di sepanjang Jl. Margonda Raya Depok dengan menertibkan
pedagang/kios dan menertibkan tempat parkir yang dapat mengganggu pejalan kaki
di jalur pedestrian. Membagi ruang publik yang sesuai dengan aktivitas dan
fungsi kegiatannya masing-masing
Daftar Pustaka
Terstiervy
Indra Pawaka Listianto, 2006 “Hubungan Fungsi Dan Kenyamanan Jalur Pedestrian”,
Tesis, Universitas Diponegoro Semarang
Bab
3 Universitas Sumatra Utara
http://www.depoknews.id/trotoar-margonda-depok-jadi-sasaran-lahan-parkir/
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/metropolitan/10/04/12/110572-warga-depok-minta-trotoar-margonda-lebih-diperlebar