Arsitektur
Arsitektur
adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas,
arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur
lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan
desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan
tersebut.
Ruang
lingkup dan keinginan
Menurut
Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis
paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik
Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi
(Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi
antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur
lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi,
estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu
sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur
adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi,
humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius,
"Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi
dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai
karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam
bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam
pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme,
post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat
yang memengaruhi arsitektur.
Teori
dan praktik
Pentingnya
teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun
banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar:
"praktikdan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang
berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan
tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori
adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan
bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang
arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan
dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori
tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya
substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki
senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat
mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep
pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak
dalam kekuatan idea.
Sejarah
Arsitektur
lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang
kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi
konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika
ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk
melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi
ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau
peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah
seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur
Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan
di banyak bagian dunia.
Permukiman
manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus
produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban.
Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan
fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan
baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan.
Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya
arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan.
Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti
khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain
adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba.
Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya
arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para
artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa
Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting
daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan
ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi,
Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak
ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau
bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun
dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih
bersifat umum.
Bersamaan
dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya
engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang
arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika.
Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan
dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk
yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts
di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar
cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara
itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika
menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya
produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang
mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian
tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses
produksi.
Ketidakpuasan
terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran
yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk
1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik
merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu,
sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan
memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika
Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan
dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak
sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas
menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian
arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya
dan faktor ekonomi.
Namun,
masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada
tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan,
keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya
melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih
dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan
kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated
shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional
sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah
"bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi
satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian
arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka
pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah
perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur
haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan
teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology
Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher
Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang
seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar
proses perancangan.
Bersamaan
dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih
multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan
sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek
sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam
perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum
senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun
esok hari mungkin sesuatu yang lain.
Kesimpulan
bangunan
adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan
masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di
negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju.
Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya
dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki
makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat
umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah
menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog
antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang
dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin
ilmu.