Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
HUKUM adalah (1) peraturan atau adat yg
secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah;
(2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;
(3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4)
keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis.
PRANATA adalah sistem tingkah laku
sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg mengatur tingkah laku
itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan
manusia dl masyarakat; institusi
PEMBANGUNAN adalah perubahan
individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.
Jadi dapat di artikan bahwa hukum
pranata pembangunan adalah suatu peraturan perundang - undangan yang mengatur
suatu sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi yang di miliki oleh
kelompok ataupun individu dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan hidup
bersama.
Pranata ialah interaksi antar
individu atau kelompok atau kumpulan. Dapat disimpulkan bahwa, pranata
pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar
individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan.
Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut
dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar
pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk
memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan
untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.
Pranata dibidang arsitektur dapat
dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak
pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomaly yang berbeda juga
sesuai dengan kasus masing-masing. Didalam proses membentuk ruang dari akibat
kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik dan tahapan metoda untuk
berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat disebutkan
‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’
sebagai ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara
fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup
manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan
seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada
yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan
penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan
menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga
mengalami banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah persoalan
mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi
lainnya. Masalah kepranataan ini menjadi penting karena beberapa hal akan
menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya
kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi
penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi
berlebihan.
Dalam penciptaan ruang
bangunan dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat dan
berinteraksi, yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor
(pelaksana), dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor dalam proses
kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang
disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi
tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan
rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya
merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.
Pranata pembangunan
sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan aktor/stakeholder dalam
kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan
satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain
serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.
Lebih jauh bahwa sistem
adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini
mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi
antar unsur tersebut.
Sedikit pihak yang
terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang
terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks.
Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui karakternya,
sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat
sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur
oleh aturan tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh
waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari
tujuannya (goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi
Sedangkan untuk sistem yang komplek
memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak
dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas
kesepakatan kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali
oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari
bagian-bagian tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat
diprediksi
Suatu sistem dapat merupakan suatu
kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks. Adopsi peran/pelaku yang
terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah
tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem
dapat dipahami tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat
didalamnya. Secara matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas
permasalahannya sebagai berikut,
Atas dasar penggolongan tipe ideal
suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata pembangunan sebagai
suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut pada
tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu :
pemilik (owner), perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana
(contractor) dan jumlah sedikit. Pihak atau partisipan adalah jamak, karena
memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda pula. Ada kultur
berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik,
perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki
atribut berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok yang
memiliki latar belakang berbeda maka dapat dikatakan jamak.
•
Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)
Pranata yang telah disahkan menjadi
produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan publik itu sendiri
merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang
saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak
bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.
Elemen kebijakan adalah peraturan
perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah
bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait yang diatur oleh
kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat
hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan
keterikatan.
Ada lima tahapan untuk memahami proses
kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap
agenda permasalahan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi, tahap implementasi, dan tahap evaluasi.
Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan
diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat
inkonsistensi.
Hukum pranata pembangunan
memiliki empat unsur :
1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang
paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan sumber daya yang paling
utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
2. Sumber daya alam
Sumber daya alam merupakan faktor
penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai sumber utama pembuatan
bahan material untuk proses pembangunan.
3. Modal
Modal faktor penting untuk
mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila semakin banyak modal
yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor
utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat
proses pembangunan.
Pranata dibidang arsitektur dapat
dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak
pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga
sesuai dengan kasus masing-masing.
Didalam proses membentuk ruang dari
akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik dan tahapan metoda untuk
berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat disebutkan
‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’
sebagai ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara
fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup
manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan
seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada
yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan
penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Pranata pembangunan bidang
arsitektur (Gedung/Bangunan) memliki kebijakan-kebijakan yang telah di atur
oleh badan atau kantor pemerintah. Kebijakan tersebut memliki perangkat hukum
antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya yang memiliki hubungan
keterikatan. Dengan elemen pelaksanaannya yang berasal langsung di bawah
keputusan Presiden.
Pembangunan dan masalah kepranataan
di bidang arsitektur begitu banyak dan sudah menjadi umum. KKN yang terjadi
setiap proyeknya sudah sering dilakukan dan setiap KKN yang terjadi akan selalu
di usahakan menjadi sesuatu yang legal di mata pemerintah dan umum. Kesalahan juga
terjadi saat pengawasan berlangsung, pengawasan yang dilakukan tidak berjalan
dengan baik. Akibatnya harga yang diajukan kepemrintah melampaui batas normal
harga pasaran (lebih mahal di banding dengan harga pasaran).
STRUKTUR
HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
1. Legislatif (MPR-DPR), Sebuah
anggota parlemen yang membuat sebuah peraturan
hukum.
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan),
sebaagai pelaksana perundang - undangan
yang telah di buat oleh DPR.lalu kepolisain
(POLRI) juga institusi hukum lainnya juga berwenang melakukan
penyidikan; JAKSA yang melakukan penuntutan.
3. Yudikatif (MA-MK) sebagai lembaga
penegak keadilan
Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan
Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yang
kasuistik, sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan
Perundang - undangan.
4. Lawyer atau pengacara, adalah suatu
pihak yang membantu mewakili klien untuk sebuah perkara masalah di pengadilan,
Di Indonesia, struktur dari hukum
pranata pembangunan hingga saat ini belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Undang-undang yang dibuat oleh DPR&MPR dilaksanakan oleh pemerintah.
Disini, pemerintah harusnya dapat berlaku sesuai dengan apa yang tercantum
dalam UU tersebut. Namun pada kenyataanya, banyak sekali hal yang tercantum
dalam UU namun tidak terwujud.
Misalnya saja untuk masalah HAM
(Hak Asasi Manusia) dimana UU memberikan hak kepada seluruh warga RI tanpa
terkecuali. Salah satunya adalah hak kebebasan berpendapat. Namun masih saja
suara dari rakyat kecil tidak didengarkan.Pemerintah tetap berlaku semaunya,
tanpa peduli dampak yang diterima oleh masyarakat. Harusnya pemerintah
mendengarkan lalu mewujudkan apa yang menjadi keinginan mereka.
Kemudian pengacara. Pengacara
sekarang sudah tidak lagi berpihak kepada yang benar, melainkan kepada UANG.
Siapa yang membayarnya lebih besar, dialah yang dibela. Padahal seharusnya
pengacara disini berfungsi untuk mewakili klien yang sedang berperkara di
pengadilan (jubir=juru bicara), yang berarti ia harus menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi, bukan apa yang telah direkayasa klien.
KUMPULAN
PERATURAN-PERATURAN PEMBANGUNAN
Berikut ini merupakan kumpulan
peraturan-peraturan Pemerintah yang terkait dengan Pembangunan, Perumahan dan
Pemukiman, Perkotaan, Konstruksi, dan Tata Ruang :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Undang-undang ini mengatur fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna gedung pada setiap tahap
penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asa kemanfaatan,
keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya,
bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
Peraturan Pemerintah ini merupakan
aturan pelaksanaan dari UU No.28 Tahun 2002. Yang mana mengatur ketentuan
pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Peraturan Menteri ini adalah pedoman
dan standar teknis yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
bangunan gedung yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005.
Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam mengatur dan
mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung dalam rangka proses perizinan
pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelayakan fungsi
bangunan gedung.
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini memuat hukum tata
ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata, kaidah hukum, yang mengatur hal
ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta
hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana
dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan bangunan, serta
pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan
kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman
Setiap orang atau badan yang membangun
rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan
administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat
dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan,
dihibahkan dan diwariskan.
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun
Pembangunan rumah susun untuk BUMN
atau Swasta yang bergerak pada usaha itu atau swadaya masyarakat pada dasarnya
diperbolehkan, asal sesuai dengan ketentuan. Undang-undang ini mewajibkan
adanya Perhimpunan Penghuni, anggotanya adalah seluruh penghuni. Rumah susun
dengan hak kepengolaan, harus diurus dulu hak tersebut menjadi hak guna
bangunan "sebelum" dijual persatua unit. Mengapa "sebelum"
karena hak tersebut hanya boleh dimiliki oleh BUMN. Jadi kalau dijual harus
diganti dahulu. Hak-hak tidak bisa dijual jadi diganti.
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi
8. Undang-Undang Perburuhan (Bidang
Hubungan Kerja):
• Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kriteria
Status dan Perlindungan Buruh
• Nomor 12 Tahun 1964 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Pasal-pasal dalam undang-undang ini
menjamin hak-hak atas tanah, mengandung sifat-sifat dapat dipertahankan
terhadap gangguan dari siapapun. Sifat-sifat yang demikian itu merupakan
jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang dibangun atasnya. Macam-macam
hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada subjek hak dan jenis penggunaan
tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas tanahnya. Orang perorangan dapat
memiliki hak milik atas tanah dan bangunan sepanjang batasan luas yang wajar
untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan pemerintah
setempat.
UNDANG-UNDANG NO.26/ 2007
TENTANG PENATAAN RUANG
Undang-undang ini memuat hukum tata
ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata, kaidah hukum, yang mengatur hal
ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta
hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana
dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan bangunan, serta
pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan
kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4.
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya.
5.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6.
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
7.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
8.
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
9.
Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
10.
Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
11.
Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
12.
Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14.
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
15.
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang.
16.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
18.
Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19.
Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20.
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya.
21.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
22.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
23.
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
24.
Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
agrobisnis.
25.
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
26.
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional
yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu
juta) jiwa.
27.
Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau
lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk
sebuah sistem.
28.
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanandan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai
warisan dunia.
29.
Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi
terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
30.
Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota
terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31.
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
32.
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.
Orang adalah orang perseorangan
dan/atau korporasi.
34.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang penataan ruang.
Dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a.
keterpaduan;
b.
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c.
keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
d.
keterbukaan;
e.
kebersamaan dan kemitraan;
f.
pelindungan kepentingan umum;
g.
kepastian hukum dan keadilan; dan
h.
akuntabilitas.
Penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a.
terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.
terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Menimbang:
a.
bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan
negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun
sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana,
berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang
sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi
terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan
konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional
menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian
hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik
sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
c.
bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara
dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin
besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka
kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan
antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan
antardaerah;
d.
bahwa keberadaan ruang yang terbatas danpemahaman masyarakat yang
berkembang terhadappentingnya penataan ruang sehingga diperlukan
penyelenggaraan penataan ruang yang transparan,efektif, dan partisipatif agar
terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
e.
bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada
kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi
bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
penghidupan;
f.
bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah
tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti
dengan undang-undang penataan ruang yang baru;
g.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d,huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penataan Ruang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.
UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992
TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
Undang-undang ini berisi tentang
setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti
persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan
pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa
dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;
2. Perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
4. Satuan lingkungan permukiman adalah
kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana lingkungan adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya;
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas
penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya;
7. Utilitas umum adalah sarana
penunjang untuk pelayanan lingkungan;
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang
tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu
dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan
sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan
pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah
sebidang tanah yang merupakan
bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan
untuk membangun kaveling tanah matang;
10. Kaveling tanah matang adalah
sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman
adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan
rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Penataan perumahan dan permukiman
berlandaskan pada asas :
a.
Manfaat
b.
Adil dan merata
c.
Kebersamaan dan kekeluargaan
d.
Kepercayaan pada diri sendiri
e.
Keterjangkuan, dan
f.
Kelestarian lingkungan hidup
Penataan perumahan dan permukiman
bertujuan Untuk :
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai
salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat;
b. memwujudkan perumahan dan
permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan
wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang
ekonomi, sosial , budaya, dan
bidang-bidang lain.
Menimbang:
a. bahwa dalam pembangunan nasional
yang pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang
layak, schat, aman, scrasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka peningkatan
harkat dan martabat, mutu
kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan
secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
c. bahwa peningkatan dan pengembangan
pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu
diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk
mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia
Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun
1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan
permukiman dalam Undang-undang yang baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUIILIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN.
CONTOH-CONTOH UMUM DAN STUDI BANDING
•
Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan
pembangunan rumah sakit antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20
November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta
Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas
nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta
Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas
nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk
mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang
dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal –
pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem
pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan
dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb
Daftar Pustaka
Mudjiono SH, Pengantar Hukum Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, 1991
Asep Warlan, Bahan Kuliah Pranata
Pembangunan, Univ. Parahyangan Bandung, 1997
E. Utrecht, Moh.Saleh Djindang,
Pengantar Dalam Hukum di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1983
Abd. Kadir, Hukum Perikatan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1992
Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah
dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, ITB Bandung, 1986
Ir. Djoko Sujarto, Beberapa Pengertian
Tentang Perencanaan Fisik, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 1985
Imam Supomo, Hukum Perburuhan Bidang
Tenaga Kerja, Penerbit Djambatan, 197
Tidak ada komentar:
Posting Komentar