Sabtu, 01 November 2014

KOTA YANG SUDAH MENERAPKAN RUANG TERBUKA HIJAU

Membahas Kota yang Sudah Menerapkan Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Bandung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007

TENTANG PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.   bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumberdaya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai          dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.   bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan,          keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;

c.   bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan       semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;

d.   bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya         penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

e.   bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan  bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan      dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;

f.    bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan         pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;

g.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penataan Ruang;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945; 


PENDAHULUAN

Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Komponen utama perancangan kota terdiri dari dua kategori yakni ruang keras dan ruang lembut. Ruang terbuka yang merupakan ruang yang direncanakan untuk kebutuhan pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka masuk ke dalam komponen ruang lembut.

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai, bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara, pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembuat arsitektur bangunan. Sehingga keberadaannya dalam sebuah kota menjadi sangat penting.

Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka menjadi terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, industri, pertokoan, kantor, dan lain- lain. Semakin sempitnya RTH, khususnya taman dapat menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan di masyarakat perkotaan. Disamping ini  semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap  peningkatan  iklim  mikro,  pencemaran  udara,  banjir  dan  berbagai  dampak  negatif lingkungan lainnya.

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30 % dari total luas kota. Namun tampaknya bagi kota- kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk.

Kegiatan pengembangan RTH di Kota Bandung tidak terlepas dari kebijakan dan rencana penataan ruang Kota Bandung yang tertuang pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Bandung, dan Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. Berdasarkan Kondisi diatas, peneliti tergerak untuk mengetahui mengenai kebijakan RTH di Kota Bandung dan posisi kebijakan RTH tersebut dalam perlindungan dan pengelolaan LIngkungan hidup di Kota Bandung.

Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area memanjang / jalur dan / atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi:


1.      Kawasan hijau pertamanan kota

2.      Kawasan Hijau hutan kota

3.      Kawasan hijau rekreasi kota

4.      Kawasan hijau kegiatan olahraga

5.      Kawasan hijau pemakaman

Pasal 1 angka 2 Permendagri N0 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau  Kawasan Perkotaan (  RTH KP )  sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Inmendagri No 14 tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut :

6.      Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 m2. Taman ini merupakan taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.
7.      Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 m2. Taman ini untuk menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan lainnya.
8.      Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 m3. Taman ini untuk melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohon-pohon besar sebagai peneduhnya.
9.      Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2. RTH inisudah dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota.
10.  Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 m2. Taman ini berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga dan fasilitas pendukung lainnya.

Besaran RTH yang disyaratkan  Inmendagri ini diharapkan bisa memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas :

1.      Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.
2.      Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup.
3.      Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman.
4.      Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.
5.      Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara maupun di air , dengan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.
6.      Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.
7.      Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya.
8.      Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.
Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :


1.      Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.      Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :


1.      Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.
2.      Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.

3.      Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual

4.      Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat

5.      Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

  • Artikel ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2011
  • Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
  • Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, PT. ALUMNI, hal 21.
  • Ibid, hal 91, 63 dan 74
  • Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 31
  • Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, penerbit PT. ALUMNI hal. 91

·         Artikel ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2011
·         Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran  Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, PT. ALUMNI, hal 21. Ibid, hal 91, 63 dan 74
·         Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 31
·         Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, penerbit PT. ALUMNI hal. 91
·         Ringkasan Eksekutif Pengkajian Pola Penghijauan Di Kota Bandung, Kerjasama Kantor Litbang dan PPSDAL- UNPAD, www.bandung.go id
·         Dhini Dewiyanti, RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG : Suatu Tinjauan Awal Taman Kota Terhadap Konsep Kota Layak Anak, Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol 7 no 1
·         Hasni, Ruang Terbuka Hijau dalam Rangka Penataan Ruang, hal 229
·         Hasni, Op Cit, hal 254-255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 thn 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Ibid, hal 279



PEMBAHASAN



Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian Sistem Tata Ruang Kota. Adapun bentuk RTH pada suatu kota tergantung pada fungsi, lokasi maupun pengelolaannya. Pengadaan RTH Kota sangat bergantung pada kebijakan lingkungan yang dimiliki oleh kota tersebut. Kebijakan RTH Kota Bandung dapat dilihat dari keberadaannya dalam Misi Kota Bandung dan Isu strategis RPJM Kota Bandung.

Misi Kota Bandung Tahun 2009-2013:


11.  Mengembangkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, berakhlak, profesional, dan berdaya saing;

12.  Mengembangka perekonomia kota   yang    berdaya    saing    dalam menunjang penciptaan lapangan kerja dan pelayanan publik serta meningkatkan peranan swasta dalam pembangunan ekonomi kota;

13.  Meningkatkan kesadaran Budaya Kota yang tertib, aman, kreatif, berprestasi dalam menunjang Kota Jasa Bermartabat;

14.  Penataan Kota Bandung menuju mertropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan;


15.  Meningkatkan kinerja pemerintah kota yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan  dalam  upaya meningkatkan kapasitas pelayanan kota metropolitan;

16.  Meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan dan pembiayaan pembangunan kota yang akuntabel dan transparan dalam menunjang sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

ISU STRATEGIS RPJM KOTA BANDUNG 2009-2013, terdiri atas:


1.              Peningkatan kualitas dan pencegahan degradasi lingkungan hidup kota ;


2.              Penyediaan dan pengelolaan infrastruktur serta penataan kota;


3.              Penyediaan pelayanan umum yang prima kota;


4.              Penumbuhan ekonomi kreatif kota;


5.              Optimalisasi manajemen pemerintahan kota.


Dasar kebijakan RTH Kota Bandung adalah poin keempat dalam misi kota bandung yaitu penataan kota Bandung menuju metropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan. Bila melihat isu strategis yang terdapat dalam RPJM kota Bandung 2009-2013 dan fungsi dari RTH, keberadaan RTH sangat menunjang tercapainya kelima isu tersebut. Beberapa Perangkat Peraturan yang berkaitan Dengan RTH :

1.      Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

2.      Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.      Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 Tentang Analisa Dampak Lingkungan

4.      Peraturan  Pemerintah  No.  69  Tahun  1996  Tentang  Tata  Cara  Peran  Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
5.      Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

6.      Peraturan Menteri Luar Negeri No. 04 Tahun 1996 Tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan
7.      Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
8.      Perda No. 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perda No. 02 Tahun 2004 Tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
9.      Peraturan Walikota Bandung Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bandung ( 6 perwal )

Program Prioritas Kota Bandung terdiri atas: Bandung Cerdas, Bandung Sehat, Bandung Makmur, Bandung Hijau, Bandung Kota Seni Budaya, Bandung Berprestasi, Bandung Agamis. Program Lingkungan Hidup kota Bandung termasuk ke dalam Program Bandung Hijau yang didukung oleh 5 (lima) Gerakan yaitu Gerakan Penghijauan, Hemat dan Menabung Air, Gerakan Cikapundung Bersih, Gerakan Udara Bersih, Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung, Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup.

Kewajiban pemerintah kota terhadap masyarakat secara mendasar adalah mengadakan dan menyelenggarakan pembangunan untuk peningkatan kehidupan masyarakat kota. Sehingga kewajiban pengadaan RTH berada pada pemerintah, akan tetapi pemerintah dapat melibatkan


pihak swasta untuk memenuhi kewajiban penyediaan RTH 30% seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR). Pasal 29 ayat 3 UUPR menyatakan :

“Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh)

persen dari luas wilayah kota”


Pasal ini diterjemahkan oleh pemerintah sebagai dasar melibatkan pihak swasta untuk memenuhi sisa 10% RTH dalam bentuk RTH Privat. Kebijakan pemenuhan RTH oleh pihak swasta ini diwujudkan dalam bentuk mewajibkan pihak swasta:

1.      Menyediakan fasos / fasum pada lokasi pembangunan sebesar 40 % dari areal yang dikuasai.
2.      Membuat sumur resapan

3.      Menanam pohon


Pada peroses perizinan, pihak swasta diwajibkan berperan serta dalam penyediaan lahan pemakaman sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No 39 Tahun 1996 Tentang Penyediaan Lahan Untuk Tempat Pemakaman Umum Oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan serta Surat Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Bandung No 467 / SK. 317 / Bandung Huk / 1994 Tentang Kewajiban Developer Perumahan Untuk Berperan Serta Menyediakan Lahan Pemakaman. Peluang penyediaan RTH oleh pihak swasta sesuai dengan Ketentuan Pasal 6 Permendagri No 1 Tahun 2007 Tentang RTH Kawasan Perkotaan juga dapat dilakukan dalam bentuk pembangunan:

1.      Taman Lingkungan Perumahan dan Pemukiman, Contoh : Taman di Komplek Perumahan Parakan Mas, Kopo mas, Buah Batu Regency, dsb.
2.      Taman Rekreasi, Contoh : Taman Rekreasi Karang Setra, Taman Kebun Binatang Bandung, dsb.
3.      Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial, Contoh : Perkantoran di jl.Asia Afrika
4.      Perdagangan, seperti Bandung Super mall, Ciwalk, Paris Van Java, Carefour, dsb.

5.      Taman di Lingkungan Rumah Sakit Contoh: taman di  RS. Hasan Sadikin, RS. ST Borromeus, RS. Kawaluyaan. dsb


6.      Taman Wisata Alam, Contoh : Karang Setra, Water Boom Cibiru, Water Boom di Jl. Aceh, Kawasan Punclut, dsb
7.      Lapangan Olah Raga, Contoh :  Lapangan Batununggal di komplek Batununggal Indah
8.      Parkir Terbuka, Contoh : di area Mall, Super Market, dsb





KESIMPULAN DAN SARAN



Dasar kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung adalah salah satu Misi Kota Bandung yaitu Penataan Kota Bandung menuju mertropolitan terpadu yang berwawasan lingkungan. Kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Rencana Tata Ruang Kota, karena RTH merupakan bagian dari Sistem Tata Ruang Kota. Bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur Rencana Tata Ruang adalah Peraturan Daerah No 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perda No. 02 Tahun 2004 Tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung dan Peraturan Walikota Bandung Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bandung yang terdiri dari 6 (enam) Perwal. Kebijakan RTH diwujudkan dalam Gerakan Penghijauan, Hemat dan Menabung Air, Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung, dan Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan Lingkungan Hidup (G4PLH). Pemerintah Kota Bandung juga melibatkan pihak swasta dalam pengadaan RTH, dengan mewajibkan penyediaan fasos / fasum pada lokasi pembangunan sebesar 40 % dari areal yang dikuasai, menanam pohon dan kewajiban menyediakan lahan pemakaman bagi developer. Sebagai bagian dari tata ruang RTH merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan mengenai RTH merupakan bagian dari kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Melihat pentingnya RTH bagi masyarakat, pemerintah perlu lebih giat mensosialisasikan tentang pentingnya RTH sehingga masyarakat turut serta dalam menjaga dan memelihara RTH Publik yang ada. Dengan bekerjasama dengan masyarakat dan swasta pemerintah dapat menambah RTH Kota dengan adanya RTH-RTH Privat yang dibuat oleh masyarakat dan pihak swasta. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi tegas bagi perusak kawasan RTH.


DAFTAR PUSTAKA


  • Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, penerbit PT. ALUMNI, Cetakan Kedua, 2005.

  • Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Rajawali Pers, 2008.


  • Dhini Dewiyanti, RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG : Suatu Tinjauan Awal Taman Kota Terhadap Konsep Kota Layak Anak, Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol 7 no 1

  • Rustam Hakim, Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau http://rustam2000.wordpress.com

  • Kantor Litbang Pemkot Bandung dan PPSDAL-UNPAD, Ringkasan Eksekutif Pengkajian Pola Penghijauan Di Kota Bandung, www.bandung.go id

  • Laporan Walikota Bandung kepada Menteri Lingkungan Hidup, 2011.

  • Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

  • Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 Tentang Analisa Dampak Lingkungan

  • Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan


  • Perda No. 03 Tahun 2006 Tentang Perubahan Perda No. 02 Tahun 2004 Tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar